JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak bisa menutupi kekecewaan mereka terhadap Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasalnya, MK segera memutus perkara uji materi aturan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang mereka gugat. Sidang putusan itu dijadwalkan digelar pada Kamis (29/9/2022) pagi.
PKS merasa tak diberi ruang pembuktian oleh MK dalam gugatan ini. Sebab, sebelum ini, sidang baru digelar dua kali dengan agenda pemeriksaan pendahuluan dan perbaikan permohonan.
Baca juga: PKS Sebut Tak Diberi Ruang Pembuktian oleh MK soal Uji Materi Presidential Threshold
Belum ada sidang dengan agenda pembuktian, namun MK sudah menjadwalkan sidang putusan perkara.
“Seyogianya setelah proses sidang pemeriksaan pendahuluan, dilakukan pembuktian atas dalil yang kami sampaikan sebagai pemohon. Misalnya dengan menghadirkan ahli yang telah kami siapkan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum dan Advokasi Zainudin Paru dalam keterangannya, Rabu (28/9/2022).
"Ini kok bisa langsung sidang pembacaan putusan. Kami sangat kaget dengan cara kerja MK yang seperti ini,” tuturnya.
PKS pun merasa tak diberi hak untuk didengarkan secara seimbang dalam perkara ini.
Baca juga: Ajukan Uji Materi Terkait Presidential Threshold, PKS: Untuk Perbaiki Bangsa
Padahal, menurut Zainudin, ruang persidangan MK seharusnya terbuka untuk mendiskusikan angka presidential threshold dengan melibatkan partisipasi publik.
Zainudin mengaku, tujuan partainya mengajukan uji materi aturan ini adalah untuk mencari angka presidential threshold yang rasional dan proporsional, bukan meminta MK menghapusnya.
Semestinya, kata dia, MK sebagai harapan terakhir untuk mengubah aturan itu tak boleh mengabaikan hak pemohon.
"Apabila diskusi tersebut tertutup di DPR dengan dikeluarkannya revisi UU Pemilu dari Prolegnas Prioritas, maka seharusnya gunanya peradilan seperti MK yang membuka kembali diskusi tersebut. Ini MK justru ikut menutupnya,” kata Zainudin.
Adapun dikutip dari laman resmi MK RI, PKS mengajukan gugatan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada 5 Juli 2022.
Mereka menyoal ketentuan tentang presidential threshold yang dimuat dalam Pasal 222 UU Pemilu yang berbunyi:
"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".
Baca juga: PKS Bantah Gugat Presidential Threshold 20 Persen karena Sulit Cari Koalisi
Dalam argumen gugatannya, PKS merasa dirugikan oleh tingginya angka ambang batas pencalonan presiden. Sebab, dengan besaran angka itu, partai pimpinan Ahmad Syaikhu tersebut tak bisa mengusulkan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) sendiri pada Pemilu 2019.