Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PKS Sebut Tak Diberi Ruang Pembuktian oleh MK soal Uji Materi "Presidential Threshold"

Kompas.com - 28/09/2022, 18:32 WIB
Tatang Guritno,
Bagus Santosa

Tim Redaksi



JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Hukum dan Advokasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Zainudin Paru mengeklaim tak diberi ruang pembuktian oleh Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan uji materi ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold (PT).

Ia mengatakan, secara tiba-tiba mendapat undangan dari MK soal agenda putusan uji materi PT 20 persen yang bakal berlangsung Kamis (29/9/2022).

Baca juga: Din Syamsuddin: Parliamentary-Presidential Threshold Bertentangan dengan Pancasila!

“Seyogianya setelah proses sidang pemeriksaan pendahuluan, dilakukan pembuktian atas dalil yang kami sampaikan sebagai pemohon. Misalnya dengan menghadirkan ahli yang telah kami siapkan,” tutur Zainudin dalam keterangannya, Rabu (28/9/2022).

“Ini kok bisa langsung sidang pembacaan putusan. Kami sangat kaget dengan cara kerja MK yang seperti ini,” sebutnya.

Ia merasa PKS tak diberi hak untuk didengarkan secara seimbang atau asas audi et alteram partem.

Menurutnya, ruang persidangan MK terbuka untuk mendiskusikan angka PT yang rasional dan proporsional dengan melibatkan partisipasi publik.

Zainudin mengatakan, PT seolah menjadi obyek yang haram untuk dibicarakan, baik di ruang parlemen maupun MK.

“Padahal tawaran yang disampaikan PKS berbeda dengan permohonan-permohonan sebelumnya yang menghendaki PT 0 persen, dan berbasis teori ilmiah,” ujar dia.

Baca juga: PKS Gugat Presidential Threshold ke MK, meski Ikut Membuat UU Pemilu

Ia menegaskan, tujuan pengajuan uji materi PT 20 persen adalah untuk mencari angka rasional dan rasional yang diinginkan masyarakat. Bukan untuk menghapuskan ketentuan ambang batas pencalonan presiden itu sendiri.

Zainudin menilai, MK sebagai harapan terakhir untuk mengubah aturan tersebut tak boleh mengabaikan hak pemohon.

“Apabila diskusi tersebut tertutup di DPR dengan dikeluarkannya revisi UU Pemilu dari Prolegnas Prioritas, maka seharusnya gunanya peradilan seperti MK yang membuka kembali diskusi tersebut. Ini MK justru ikut menutupnya,” ujarnya dia.

Diketahui PKS mengajukan gugatan uji materi soal PT ke MK pada 6 Agustus 2022.

Baca juga: PKS Bantah Gugat Presidential Threshold 20 Persen karena Sulit Cari Koalisi

Adapun berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebutkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik yang bisa mengusung calon presiden dan calon wakil presidennya harus memiliki 20 persen kursi di DPR RI atau memperoleh 25 persen suara sah nasional pada Pemilu sebelumnya.

Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengatakan, gugatan diajukan agar syarat pencalonan presiden bisa diturunkan. Tujuannya, untuk memberikan lebih banyak pilihan capres-cawapres pada masyarakat.

Sebab, menurutnya, dengan ketentuan PT saat ini membuat kandidat capres-cawapres menjadi terbatas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com