Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribut Kritik Kajati Berbahasa Sunda: Arogansi Arteria Dahlan yang Berujung Permintaan Maaf

Kompas.com - 20/01/2022, 14:50 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ribut-ribut soal Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) yang berbicara bahasa Sunda berujung permintaan maaf Arteria Dahlan.

Kasus itu bermula dari kritik yang disampaikan Arteria dalam rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Kejaksaan Agung, Senin (17/1/2022).

Dalam kesempatan tersebut, anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan itu meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin mencopot seorang Kajati yang bicara menggunakan bahasa Sunda dalam sebuah rapat.

"Ada kritik sedikit Pak JA (Jaksa Agung), ada Kajati, Pak, dalam rapat, dalam raker (rapat kerja) itu ngomong pakai bahasa Sunda. Ganti, Pak, itu," pinta Arteria.

Baca juga: Diprotes Masyarakat Sunda, Arteria Dahlan Akhirnya Minta Maaf

Tidak jelas siapa Kajati yang Arteria maksud. Namun, menurut dia, dalam memimpin rapat seorang Kajati harus menggunakan bahasa Indonesia agar tak terjadi salah persepsi dari orang yang mendengarnya.

"Kita ini Indonesia, Pak. Nanti orang takut, kalau pakai bahasa Sunda ini orang takut, ngomong apa, Kami mohon yang seperti ini dilakukan tindakan tegas," ujarnya.

Banjir kritik dan tuntutan minta maaf

Pernyataan Arteria ini pun seketika menuai kontroversi. Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, bahkan mendorong Arteria untuk meminta maaf ke masyarakat Sunda.

Sebab menurut pria yang akrab disapa Emil ini, pernyataan Arteria bisa menimbulkan persoalan di kemudian hari.

"Jadi saya mengimbau Pak Arteria Dahlan sebaiknya meminta maaf kepada masyarakat Sunda di Nusantara ini. Kalau tidak dilakukan, pasti akan bereskalasi," kata Emil, Selasa (18/1/2022) malam.

"Sebenarnya orang Sunda itu pemaaf ya, jadi saya berharap itu dilakukan," tambahnya.

Baca juga: Minta Maaf Setelah Diprotes Masyarakat Sunda, Arteria Dahlan Siap Disanksi PDI-P

Emil mengaku tak habis pikir dengan keluhan Arteria yang mempersoalkan penggunaan bahasa Sunda dalam forum resmi. Menurut dia, penggunaan bahasa daerah biasa diucapkan pada momen tertentu.

Momen yang dimaksud seperti saat memberikan ucapan selamat, pembuka atau penutup pidato, atau saat seorang tokoh tengah berceletuk. Hal tersebut dinilai Emil wajar dan biasa dilakukan.

"Makanya, harus ditanya mana buktinya yang membuat tidak nyaman. Bayangan saya kelihatannya tidak seperti yang disampaikan persepsinya seperti itu," kata dia.

Bukan hanya Ridwan Kamil saja yang menyatakan keberatan dengan ucapan Arteria. Sejumlah anggota DPR pun memberi kritikan.

Politikus Partai Golkar Dedi Mulyadi misalnya, menilai bahwa penggunaan bahasa daerah dalam kegiatan rapat adalah hal wajar dan tidak ada salahnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com