JAKARTA, KOMPAS.com – Indonesia Corruption Watch (ICW) menduga pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sengaja mempercepat pemberhentian pegawai tak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) karena dua hal.
Pertama, pimpinan KPK khawatir Presiden Joko Widodo akan mendukung para pegawai nonaktif yang tidak dilantik menjadi aparatur sipil negara (ASN).
“Kedua, pimpinan KPK tidak mampu lagi membendung kritik masif dari masyarakat atas penyelenggaraan TWK,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis, Rabu (15/9/2021).
Sebab, lanjut Kurnia, TWK yang dijadikan dasar memberhentikan 57 pegawai KPK masih menimbulkan banyak persoalan.
“Di antaranya melanggar HAM dan malaadministrasi berdasarkan temuan Komnas HAM dan Ombudsman RI,” kata dia.
Baca juga: ICW Pertanyakan Inisiator Surat Permohonan Pegawai KPK Nonaktif Ditempatkan di Instansi Lain
Berdasarkan fakta tersebut, Kurnia berharap Jokowi dapat mengambil sikap terkait polemik tersebut.
“Presiden selaku kepala negara, kepala pemerintahan, dan pembina tertinggi ASN harus segera bersikap,” sebut dia.
“Jangan sampai KPK dijadikan alat oleh segelintir pihak untuk bertindak sewenang-wenang,” imbuh Kurnia.
Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, pihaknya akan memberi penjelasan kepada publik terkait nasib 57 pegawai KPK berstatus nonaktif.
“Nanti ada waktunya dijelaskan oleh KPK kepada publik,” jelas Firli melalui pesan singkat, Rabu.
Namun, Firli tidak memerinci kapan informasi itu akan disampaikan oleh KPK kepada publik.
Ia menyebutkan, saat ini pihaknya sedang menyiapkan pelantikan untuk 18 pegawai yang lulus dalam pelantikan dan pendidikan bela negara untuk menjadi ASN.
Baca juga: ICW: Kuantitas Penindakan Korupsi Kejaksaan di Atas KPK dan Polri
Sebelumnya beredar kabar bahwa KPK akan memecat pegawai yang tak lolos TWK pada 1 Oktober 2021.
Dalam pesan yang diterima awak media dikatakan bahwa surat keputusan pemberhentian pegawai KPK itu sudah ditandatangani.
“SK (Surat Keputusan) Pemberhentian kita sudah ditandatangani dengan TMT (Terhitung Mulai Tanggal) 1 Oktober 2021,” isi pesan tersebut.
Tertulis dalam pesan yang sama bahwa proses penyusunan surat keputusan itu dibuat oleh Biro Hukum KPK, padahal biasanya dibuat oleh Biro Sumber Daya Manusia (SDM).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.