Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat KPK Diuji Kasus yang Libatkan Penyidik dan Pegawainya Sendiri...

Kompas.com - 04/05/2021, 05:21 WIB
Tatang Guritno,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendapatkan sorotan pada saat ini, termasuk menjelang putusan Mahkamah Konstitusi terkait Undang-Undang KPK pada Selasa (4/5/2021) ini.

Penyebabnya, dalam satu bulan terakhir ini KPK justru berhadapan dengan situasi pelanggaran yang dilakukan oleh pegawainya sendiri.

Dalam catatan Kompas.com, sepanjang April 2021, terjadi tiga dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pegawai internal KPK.

Berikut pelanggara-pelanggaran yang dinilai mencoreng lembaga yang berdiri 2002 tersebut:

Pegawai curi barang bukti

Deretan peristiwa pelanggaran yang dilakukan pegawai KPK bermula pada kasus pencurian barang bukti tindak pidana korupsi berupa emas seberat 1.900 gram yang dilakukan oleh pegawai KPK berinisial IGAS.

Di KPK, IGAS bertugas sebagai anggota Satuan Tugas pada Direktorat Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).

Baca juga: Pegawai KPK Curi Barang Bukti Emas, Digadai Rp 900 Juta

Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Panggabean dalam keterangannya menyebut IGAS terlilit hutang karena menjalankan bisnis foreign exchange market atau forex.

Tumpak menjelaskan, sebagian barang bukti yang diambil oleh IGAS digadaikan untuk membayar utang-utangnya tersebut.

"Sebagian dari pada barang yang sudah diambil ini, yang dikategorikan pencurian atau setidaknya penggelapan ini, digadaikan oleh yang bersangkutan karena yang bersangkutan memerlukan sejumlah dana untuk pembayaran utang-utangnya," ujar Tumpak.

Atas perbuatannya, itu Dewas KPK mengambil keputusan untuk memberhentikan IGAS dengan tidak hormat.

Baca juga: Curi Barang Bukti Kasus Korupsi, Pegawai KPK Diberhentikan Tidak Hormat

Dugaan bocornya informasi penggeledahan

Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris meminta pimpinan KPK mengusut dugaan bocornya informasi penggeledahan pada dua lokasi di Kalimantan Selatan.

Hal itu disampaikan Haris dalam forum rapat koordinasi pengawasan (rakorwas) triwulan I dengan Pimpinan KPK pada 12 Februari 2021.

Pencarian itu, terkait penyidikan kasus dugaan suap terkait dengan pemeriksaan perpajakan tahun 2016 dan 2017 pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Baca juga: Dewan Pengawas Minta KPK Usut Dugaan Bocornya Informasi Penggeledahan di Kalsel

Komisi Pemberantasan KorupsiDYLAN APRIALDO RACHMAN/KOMPAS.com Komisi Pemberantasan Korupsi
Haris menjelaskan, ada dugaan bocornya informasi penggeledahan di kantor PT Jhonlin Baratama di Kabupaten Tanah Bumbu dan sebuah lokasi di Kecamatan Hampang, Kabupaten Kotabaru.

Dugaan kebocoran ini juga disampaikan oleh peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana yang menyebutkan bahwa ada truk yang diduga membawa sejumlah barang bukti berupa dokumen terkait kasus suap pajak di Kalimantan Selatan.

Kurnia meminta KPK segera mengusut siapa aktor yang memerintahkan pemindahan barang bukti ke truk tersebut.

Baca juga: Kasus Suap Pajak di Kalsel, KPK Cari Truk yang Diduga Bawa Barang Bukti

Ia menegaskan tindakan itu termasuk tindakan pidana yakni obstruction of justice sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Penyidik terlibat suap

Kasus terakhir yang melibatkan pegawai KPK adalah dugaan suap yang diterima oleh penyidik KPK dari Polri, Stepanus Robin Pattuju.

Robin ditetapkan menjadi tersangka karena diduga melakukan kesepakatan dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial terkait penyelidikan yang sedang dilakukan KPK.

Baca juga: Fakta-fakta Penyidik KPK Stepanus Robin, Potensi Istimewa yang Terjerat Suap

Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang dilakukan 22 Februari 2021, menduga Robin meminta uang sejulah Rp 1,5 miliar dengan janji akan menutup kasus penyelidikan dugaan korupsi yang sedang dilakukan KPK pada Pemerintah Kota Tanjungbalai Sumatera Utara 2020-2021.

Firli menduga Robin sudah menerima uang sebanyak Rp 1,3 miliar, dan membaginya ke seorang pengacara bernama Maskur Husain.

Imbas krisis kepemimpinan

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rahman mengatakan berbagai pelanggaran yang terjadi di internal KPK merupakan imbas dari krisis kepemimpinan di tubuh KPK saat ini.

Zaenur menjelaskan hal ini akan berimbas pada tidak adanya lagi perasaan yang sama untuk menjunjing tinggi kultur dan nilai organisasi.

"Seakan-akan semua berjalan sendiri-sendiri, ini disebabkan oleh karena kepmimpinan KPK saat ini khususnya seorang Ketua KPK saat ini Firli bahuri yang tidak bisa memberikan keteladanan," ujar Zaenur kepada Kompas.com pekan lalu (27/4/2021).

"Karena yang bersangkutan pernah divonis bersalah melakukan pelanggaran etik oleh Dewas KPK, meskipun pelanggarannya ringan, tapi itu tetap tidak pantas dilakukan oleh pimpinan KPK," kata dia.

Baca juga: ICW: Dewas KPK Segera Periksa Pihak Lain Terkait Kasus Suap dan Gratifikasi Penyidik Stepanus Robin

Selain itu Zaenur juga menjelaskan bahwa pelanggaran yang terjadi di internal KPK merupakan imbas dari berubahnya kultur atau kebiasaan di lingkungan pekerjaan.

Dahulu, lanjut Zaenur, KPK memiliki budaya yang egaliter dan terbuka. Namun saat ini KPK cenderung nampak seperti instansi kepolisian.

"Dahulu (KPK) sangat egaliter, mencerminkan kebersamaan, sekarang bukan kebersamaan tapi sekarang bersifat seperti komando," ucap dia.

Lebih lanjut Zaenur berpendapat untuk bisa memperbaiki integritas di tubuh KPK dan kepercayaan publik yang harus dilakukan adalah melakukan transparansi atau keterbukaan dalam menangani kasus tindak pidana korupsi.

Transparansi itu, sambung Zaenur, juga terkait dengan melakukan pengusutan kasus pada siapa pun pihak yang terlibat pada kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani KPK.

"Terutama dalam kasus akhir-akhir yang ini diduga ada kebocoran penggeledahan, diduga ada penerimaan suap," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com