Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Joseph Osdar
Kolumnis

Mantan wartawan harian Kompas. Kolumnis 

Jokowi dan Cerita Topeng Petruk

Kompas.com - 26/03/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam buku tulisan Lucas Sasongko Triyoga (Koko) ini dituliskan tentang tokoh Kyai atau Eyang Petruk, salah satu penguasa di kawasan Gunung Merapi atau Keraton (Kerajaan) Merapi. Ini adalah sebuah kepercayaan yang sangat populer di wilayah Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Lucas Sasongko Triyoga, memperoleh gelar sarjana antropologi dari Universitas Gadjah Mada, Yogakarta, tahun 1987, pernah kerja di Majalah Kebudayaan Basis dan wartawan sejumlah media massa di Jakarta dan Bandung. Ia lama jadi peneliti lingkungan hidup dan kini tinggal di Yogya.

Dalam bukunya Lucas menuliskan, Gunung Merapi merupakan satu gunung berapi yang aktif di Indonesia dan dipercayai sebagai keraton mahluk halus, surga perantauan para roh, dan tempat bersemayam roh para leluhur Keraton Mataram.

Di antara leluhur Mataram yang terkenal di Gunung Merapi, terutama di Desa Wukirsari (bagian barat dan utara Gunung Merapi) adalah Eyang atau Kyai Petruk.

Eyang Petruk diyakini oleh banyak orang dari Merapi sampai saat ini sebagi salah satu bupati keraton Merapi. Eyang Petruk populer karena sering menampakan diri untuk memberi tahu penduduk gunung itu manakala sang gunung hendak erupsi. Eyang Petruk juga selalu memberi tahu cara bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya erupsi.

Minggu, 21 Maret 2021 lalu saya kontak seorang jurukunci atau penjaga Candi Wukir (peninggalan Kerjaan Mataram Hindu abad ke-7) di lereng barat Merapi bernama Fadly Ananto alias Anto (28 tahun).

Ia mengatakan, tokoh Eyang atau Kyai Petruk ini sangat populer di tempat tinggalnya Muntilan Magelang.

“Eyang Petruk nampak di awan bila terjadi erupsi atau letusan,” ujar Anto yang sering kontak saya untuk minta tolong dicarikan pembeli untuk emping singkong manis buatannya.

Menurut Anto, seperti yang ditulis penulis sejarah Indonesia asal Australia, MC Ricklefs, letusan Merapi dan pemunculan tokoh Petruk, sangat dipercayai sebagai isyarat akan munculnya masalah di negeri ini.

Sebagai catatan kecil. Saya pernah pernah bertemu Anto di Candi Waukir, beberapa pekan lalu. Saya diajak teman-teman yang bekerja di kompleks istana kepresidenan di Jakarta. Anto menjadi pemandu rombongan kami dari Jakarta ketika mengadakan acara di Candi Wukir, Muntilan itu.

Petruk, reformis di negara korup

Di masyarakat Jawa ada seribu lakon dan tokoh Petruk. Seribu, di sini artinya banyak. Mari kita baca dan kita cuplik-cuplik kalimat-kalimat dari buku Petruk dadi Ratu: Polah tingkah Penguasa yang tidak Mampu.

Di bawah sub judul Petruk Sang Reformis di Negara Korup, Dr Suwardi Endraswara antara lain membuat kalimat-kalimat seperti berikut.

“Sebenarnya agak berat mengisahkan soal Petruk ini, abot begitu. Karena cerita yang berasal dari dunia perwayangan ini adalah jenis cerita karangan alias kembangan, alias tambahan dari cerita utama Mahabarata yang asli.”

Kisah ini merupakan hasil imajinasi kritis para pekerja seni. Sentuhan estetis dan sekaligus politis amat menarik diperbincangkan. Bayangkan mana ada tokoh Semar, Gareng, Petruk, Bagong, ( Togok, Mbilung, Cangik, Limbuk) di lakon Mahabarata made in India telah menarik dikaitkan dengan dunia politik. Jadi bisa dibilang punakawan ini cerita tambahan produk lokal, made in dalam negeri.

Suwardi Endrawara, lahir di Kulon Progo, Yogyakarta, 3 April 1964 ini adalah doktor yang mempelajari teks-teks mistis kejawen. Ia antara lain menuliskan kalimat-kalimat seperti berikut ini pula.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com