Salin Artikel

Jokowi dan Cerita Topeng Petruk

KETIKA Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadiri acara vaksinasi di Padepokan Seni Bagong Kusudiardjo, Bantul, Yogyakarta, Kamis pagi, 10 Maret 2021 lalu, digelar acara penyambutan seni tari topeng petruk.

Penampilan sembilan penari berbusana tokoh wayang Petruk ini langsung viral dan jadi pembahasan ramai di media sosial sampai saat ini.

Banyak tafsiran bermunculan mengenai acara seni tari ini. Ada yang mengatakan para penari ini tampil dengan topeng Pinokio yang dikutuk menjadi hindung panjang karena berbohong. Penampilan para penari ini ditafsirkan sebagai sindiran atau parodi kepada Jokowi.

Ada yang mengatakan pemilik Padepokan Seni Bagong Kussudiardja (PSBK) ini, Butet Kartaredjasa, menyambut Jokowi dengan melancarkan kritik halus atau sindiran gaya Jawa kepada presiden.

“Ini cara Butet menyindir Jokowi,” ujar seorang mantan menteri kabinet Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Setelah acara ini saya kontak Butet yang sedang tidur siang di tempat tinggalnya di Yogyakarta.

“Seni tari ini menampilkan para penari bertopeng tokoh Pinokio atau Petruk?” tanya saya.

“Bukan Pinokio, tapi topeng Petruk punakawan, wong cilik,” jawab Butet.

“Tapi terserahlah bagi mereka yang sedang cari panggung politik menafsirkan menurut kemauan mereka sendiri-sendiri tentang tarian topeng Petruk itu,” kata Butet.

Tapi tokoh Petruk dalam dunia perwayangan Jawa, wayang kulit maupun wayang orang, punya hidung panjang hampir mirip dengan tokoh Pinokio yang sedang kena kutuk karena berbohong.

Lalu saya kirimkan kepada Butet berapa tulisan dari media sosial. Bunyinya seperti ini.

“Sudah wajar......kalau Jokowi ketika mengunjungi padepokan Bagong Kussudiardjo disambut oleh pasukan Pinokio berbusana adat Jawa, dan Butet Kertadjasa tentunya,” kata tulisan di medsos tersebut.

“Sambutan dengan pasukan Pinokio berbusana adat Jawa merupakan sindiran yang pas, telak dan terukur,”  lanjut tulisan itu.

Menurut Butet, kedatangan Presiden ke padepokan seni itu untuk menyaksikan acara vaksinasi covid-19 bagi para pekerja seni, budayawan dan lain-lainnya. Pagi itu, kata Butet, ada 517 seniman, budayawan dan pekerja seni lainnya.

Sekitar satu minggu sebelumnya, tutur Butet, salah seorang pembantu Presiden Jokowi, Anggit, mengkontak dirinya. Anggit bertanya apakah padepokan seni di Bantul itu bisa digunakan untuk vaksinasi yang akan disaksikan oleh Presiden.

“Saya jawab bisa walaupun tidak mudah untuk mengumpulkan para seniman dan para budayawan untuk vaksinasi ini,” kata Butet,

Budayawan dan seniman dibutuhkan

Menurut Butet, acara vaksinasi di PSBK di Bantul ini menunjukan bahwa pemerintahan Jokowi sangat membutuhkan budayawan, seniman dan para pekerja seni.

“Ini penting sekali, selain itu acara ini bisa mendorong para pekerja seni untuk tidak takut disuntik vaksin ini,” ujar Butet.

Penampilan tari topeng Petruk karya Pandiman Djojonegoro dari padepokan Omah Cangkem dan Koreografer Anter Asmototejo, menurut Butet justru hendak menampilkan tokoh wayang Petruk.

“Itu Petruk punakawan, wong cilik. Maka ketika Petruk diberi kesempatan jadi pemimpin (atau raja atau ratu), bergelarlah dia sebagai Ratu Petruk kantong bolong. Kekayaan yang Ratu Petruk peroleh tidak dikantongin sendiri, tapi masuk kantong bolong (berlubang)....ini artinya jatuh ke tangan rakyat atau dikembalikan pada wong cilik,” jelas Butet.

Di antara mereka yang ikut divaksin adalah Romo Sindunata SJ. “Beliau di antara budayawan dan seniman yang saya beri prioritas untuk dapat vaksin ini,” ujar Butet.

Kebetulan Romo Sindu adalah wartawan, punya padepokan seni yang diberi nama Omah Petruk di tepi Kali Boyong di Sleman, Yogyakarta, di lereng Gunung Merapi.

Menurut sebuah tulisan wartawan, padepokan ini diberi nama Omah Petruk, karena tokoh wayang Petruk ini adalah punakawan (abdi pemimpin) yang cerdas dan pandai bicara.

Ketika saya tanya apakah tokoh Petruk dalam tarian topeng Petruk di PSBK sama dengan tokoh Petruk yang dilukiskan di tepi Kali Boyong itu, Butet mengatakan beda.

Tentang Omah Petruk yang dikelola Romo Sindu ini, saya punya cerita kecil. Cerita itu menjadi salah satu artikel ringan dalam buku Sisi Lain Istana Jilid III - Sarung Jokowi dan Wak, Wak, Wak yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas Jakarta pada 2017.

Dalam artikel dengan subjudul Mata Jokowi ditutup Kain Hitam itu saya cerita tentang pentas monolog seniman muda Yogyakarta, Ferry Luviyanto, di depan tujuh patung para presiden Republik Indonesia yang ada di Omah Petruk itu. Pentas ini berlangsung saat hujan gerimis Kamis malam, 25 November 2014.

Ferry dalam pentas ini melakonkan dirinnya seperti ketujuh presiden itu dengan penuh kejenakaan. Penampilannya itu diakhiri dengan menutup mata patung Jokowi dengan kain hitam.

“Supaya presiden ketujuh ini tidak hanya bisa melihat realitas negeri ini dengan mata fisiknya, tapi juga bisa melihat dengan mata bainnya seperti Gus Dur,” ujar Ferry dengan gaya jenaka di sambut tepuk tangan hadirin.

Tentang tokoh wayang Petruk yang banyak dibicarakan ini memang punya banyak penafsiran. Untuk menuliskan beberapa penfasiran tentang tokoh Petruk ini saya membaca dua buku, yakni yang pertama adalah buku berjudul Petruk dadi Ratu: Polah Tingkah Penguasa yang Tidak Mampu oleh Dr Suwardi Endraswara, M.Hum.

Buku kedua berjudul Merapi dan Orang Jawa, Persepsi dan Kepercayaanya oleh Lucas Sasongko Triyoga. Di cover depan buku terbitan Grasindo, PT Gramedia Widiasarana Jakarta, tahun 2010 ini dituliskan potongan kalimat dari Profesor Michael R. Dove, Ph D, seorang pakar antropologi ekologi yang kini mengajar di Yale Scholl of Forestry and Environmental Studies, Amerika Serikat. Bunyinya demikian, “Menajubkan....buku ini merupakan karang pertama yang menganalisa gunung berapi di Indonesia dari segi manusia....”.

Dalam buku tulisan Lucas Sasongko Triyoga (Koko) ini dituliskan tentang tokoh Kyai atau Eyang Petruk, salah satu penguasa di kawasan Gunung Merapi atau Keraton (Kerajaan) Merapi. Ini adalah sebuah kepercayaan yang sangat populer di wilayah Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Yogyakarta.

Lucas Sasongko Triyoga, memperoleh gelar sarjana antropologi dari Universitas Gadjah Mada, Yogakarta, tahun 1987, pernah kerja di Majalah Kebudayaan Basis dan wartawan sejumlah media massa di Jakarta dan Bandung. Ia lama jadi peneliti lingkungan hidup dan kini tinggal di Yogya.

Dalam bukunya Lucas menuliskan, Gunung Merapi merupakan satu gunung berapi yang aktif di Indonesia dan dipercayai sebagai keraton mahluk halus, surga perantauan para roh, dan tempat bersemayam roh para leluhur Keraton Mataram.

Di antara leluhur Mataram yang terkenal di Gunung Merapi, terutama di Desa Wukirsari (bagian barat dan utara Gunung Merapi) adalah Eyang atau Kyai Petruk.

Eyang Petruk diyakini oleh banyak orang dari Merapi sampai saat ini sebagi salah satu bupati keraton Merapi. Eyang Petruk populer karena sering menampakan diri untuk memberi tahu penduduk gunung itu manakala sang gunung hendak erupsi. Eyang Petruk juga selalu memberi tahu cara bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya erupsi.

Minggu, 21 Maret 2021 lalu saya kontak seorang jurukunci atau penjaga Candi Wukir (peninggalan Kerjaan Mataram Hindu abad ke-7) di lereng barat Merapi bernama Fadly Ananto alias Anto (28 tahun).

Ia mengatakan, tokoh Eyang atau Kyai Petruk ini sangat populer di tempat tinggalnya Muntilan Magelang.

“Eyang Petruk nampak di awan bila terjadi erupsi atau letusan,” ujar Anto yang sering kontak saya untuk minta tolong dicarikan pembeli untuk emping singkong manis buatannya.

Menurut Anto, seperti yang ditulis penulis sejarah Indonesia asal Australia, MC Ricklefs, letusan Merapi dan pemunculan tokoh Petruk, sangat dipercayai sebagai isyarat akan munculnya masalah di negeri ini.

Sebagai catatan kecil. Saya pernah pernah bertemu Anto di Candi Waukir, beberapa pekan lalu. Saya diajak teman-teman yang bekerja di kompleks istana kepresidenan di Jakarta. Anto menjadi pemandu rombongan kami dari Jakarta ketika mengadakan acara di Candi Wukir, Muntilan itu.

Petruk, reformis di negara korup

Di masyarakat Jawa ada seribu lakon dan tokoh Petruk. Seribu, di sini artinya banyak. Mari kita baca dan kita cuplik-cuplik kalimat-kalimat dari buku Petruk dadi Ratu: Polah tingkah Penguasa yang tidak Mampu.

Di bawah sub judul Petruk Sang Reformis di Negara Korup, Dr Suwardi Endraswara antara lain membuat kalimat-kalimat seperti berikut.

“Sebenarnya agak berat mengisahkan soal Petruk ini, abot begitu. Karena cerita yang berasal dari dunia perwayangan ini adalah jenis cerita karangan alias kembangan, alias tambahan dari cerita utama Mahabarata yang asli.”

Kisah ini merupakan hasil imajinasi kritis para pekerja seni. Sentuhan estetis dan sekaligus politis amat menarik diperbincangkan. Bayangkan mana ada tokoh Semar, Gareng, Petruk, Bagong, ( Togok, Mbilung, Cangik, Limbuk) di lakon Mahabarata made in India telah menarik dikaitkan dengan dunia politik. Jadi bisa dibilang punakawan ini cerita tambahan produk lokal, made in dalam negeri.

Suwardi Endrawara, lahir di Kulon Progo, Yogyakarta, 3 April 1964 ini adalah doktor yang mempelajari teks-teks mistis kejawen. Ia antara lain menuliskan kalimat-kalimat seperti berikut ini pula.

“Petruk itu dikira sang reformis sejati. Petualangan dia menjadi raja, banyak dikira sebuah spekulatif yang menjanjikan ketentraman. Terlebih lagi ketika negara sudah mulai kolaps, orang Jawa lalu mendewakan dongeng-dongeng. Di negeri dongeng, segalanya fantastis . Banyak hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.”

Kembali kepercakapan dengan Butet. Ketika saya tanya lagi tentang tokoh Petruk itu sama yang ada di dua buku itu, Butet mengatakan bukan. Tai Butet mengatakan, tentang Petruk ini memang “macem-macem”.

Apakah Petruk punya anak ?

“Setahu saya nggak sih,” jawab Butet.

Ketika saya tanya pada seorang wartawati yang tidak mau disebutkan namanya, ia mengatakan, “Kalau penguasa semacam Petruk itu mempunyai keturunan maka kekuasaanya akan turun-temurun.”

https://nasional.kompas.com/read/2021/03/26/07000041/jokowi-dan-cerita-topeng-petruk

Terkini Lainnya

Sejauh Mana 'Amicus Curiae' Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Sejauh Mana "Amicus Curiae" Berpengaruh pada Putusan? Ini Kata MK

Nasional
Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Alasan Prabowo Larang Pendukungnya Aksi Damai di Depan MK

Nasional
TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

TKN Prabowo Sosialisasikan Pembatalan Aksi di MK, Klaim 75.000 Pendukung Sudah Konfirmasi Hadir

Nasional
Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Tak Berniat Percepat, MK Putus Sengketa Pilpres 22 April

Nasional
Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Prabowo Klaim Perolehan Suaranya yang Capai 58,6 Persen Buah dari Proses Demokrasi

Nasional
Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 'Amicus Curiae'

Hakim MK Hanya Dalami 14 dari 33 "Amicus Curiae"

Nasional
Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Dituduh Pakai Bansos dan Aparat untuk Menangkan Pemilu, Prabowo: Sangat Kejam!

Nasional
Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Sebut Pemilih 02 Terganggu dengan Tuduhan Curang, Prabowo: Jangan Terprovokasi

Nasional
[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | 'Amicus Curiae' Pendukung Prabowo

[POPULER NASIONAL] Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL | "Amicus Curiae" Pendukung Prabowo

Nasional
Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Prabowo Minta Pendukung Batalkan Aksi di MK

Nasional
Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Gagal ke DPR, PPP Curigai Sirekap KPU yang Tiba-tiba Mati Saat Suara Capai 4 Persen

Nasional
Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Respons PDI-P soal Gibran Berharap Jokowi dan Megawati Bisa Bertemu

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

GASPOL! Hari Ini: Keyakinan Yusril, Tinta Merah Megawati Tak Pengaruhi MK

Nasional
Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Tak Banyak Terima Permintaan Wawancara Khusus, AHY: 100 Hari Pertama Fokus Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke