“Saya jawab bisa walaupun tidak mudah untuk mengumpulkan para seniman dan para budayawan untuk vaksinasi ini,” kata Butet,
Menurut Butet, acara vaksinasi di PSBK di Bantul ini menunjukan bahwa pemerintahan Jokowi sangat membutuhkan budayawan, seniman dan para pekerja seni.
“Ini penting sekali, selain itu acara ini bisa mendorong para pekerja seni untuk tidak takut disuntik vaksin ini,” ujar Butet.
Penampilan tari topeng Petruk karya Pandiman Djojonegoro dari padepokan Omah Cangkem dan Koreografer Anter Asmototejo, menurut Butet justru hendak menampilkan tokoh wayang Petruk.
“Itu Petruk punakawan, wong cilik. Maka ketika Petruk diberi kesempatan jadi pemimpin (atau raja atau ratu), bergelarlah dia sebagai Ratu Petruk kantong bolong. Kekayaan yang Ratu Petruk peroleh tidak dikantongin sendiri, tapi masuk kantong bolong (berlubang)....ini artinya jatuh ke tangan rakyat atau dikembalikan pada wong cilik,” jelas Butet.
Di antara mereka yang ikut divaksin adalah Romo Sindunata SJ. “Beliau di antara budayawan dan seniman yang saya beri prioritas untuk dapat vaksin ini,” ujar Butet.
Kebetulan Romo Sindu adalah wartawan, punya padepokan seni yang diberi nama Omah Petruk di tepi Kali Boyong di Sleman, Yogyakarta, di lereng Gunung Merapi.
Menurut sebuah tulisan wartawan, padepokan ini diberi nama Omah Petruk, karena tokoh wayang Petruk ini adalah punakawan (abdi pemimpin) yang cerdas dan pandai bicara.
Ketika saya tanya apakah tokoh Petruk dalam tarian topeng Petruk di PSBK sama dengan tokoh Petruk yang dilukiskan di tepi Kali Boyong itu, Butet mengatakan beda.
Tentang Omah Petruk yang dikelola Romo Sindu ini, saya punya cerita kecil. Cerita itu menjadi salah satu artikel ringan dalam buku Sisi Lain Istana Jilid III - Sarung Jokowi dan Wak, Wak, Wak yang diterbitkan Penerbit Buku Kompas Jakarta pada 2017.
Dalam artikel dengan subjudul Mata Jokowi ditutup Kain Hitam itu saya cerita tentang pentas monolog seniman muda Yogyakarta, Ferry Luviyanto, di depan tujuh patung para presiden Republik Indonesia yang ada di Omah Petruk itu. Pentas ini berlangsung saat hujan gerimis Kamis malam, 25 November 2014.
Ferry dalam pentas ini melakonkan dirinnya seperti ketujuh presiden itu dengan penuh kejenakaan. Penampilannya itu diakhiri dengan menutup mata patung Jokowi dengan kain hitam.
“Supaya presiden ketujuh ini tidak hanya bisa melihat realitas negeri ini dengan mata fisiknya, tapi juga bisa melihat dengan mata bainnya seperti Gus Dur,” ujar Ferry dengan gaya jenaka di sambut tepuk tangan hadirin.
Tentang tokoh wayang Petruk yang banyak dibicarakan ini memang punya banyak penafsiran. Untuk menuliskan beberapa penfasiran tentang tokoh Petruk ini saya membaca dua buku, yakni yang pertama adalah buku berjudul Petruk dadi Ratu: Polah Tingkah Penguasa yang Tidak Mampu oleh Dr Suwardi Endraswara, M.Hum.
Buku kedua berjudul Merapi dan Orang Jawa, Persepsi dan Kepercayaanya oleh Lucas Sasongko Triyoga. Di cover depan buku terbitan Grasindo, PT Gramedia Widiasarana Jakarta, tahun 2010 ini dituliskan potongan kalimat dari Profesor Michael R. Dove, Ph D, seorang pakar antropologi ekologi yang kini mengajar di Yale Scholl of Forestry and Environmental Studies, Amerika Serikat. Bunyinya demikian, “Menajubkan....buku ini merupakan karang pertama yang menganalisa gunung berapi di Indonesia dari segi manusia....”.