JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun mengaku merasa waswas akan dipolisikan oleh kelompok tertentu ketika mengkritik pemerintah.
Meskipun Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan Refly, Rocky Gerung dan Jusuf Kalla tidak dilarang bersikap kritis.
"Tetap saja muncul rasa waswas, sepertinya ada sebuah kekuatan kelompok masyarakat, entah itu namanya buzzer barangkali atau orang yang dekat dengan kekuasaan, menunggu saat-saat kami terpeleset sehingga bisa diadukan ke penegak hukum," ungkap Refly dikutip dari video Refly Harun, Rocky Gerung, JK Kritis!! Tak Diapa-apain!! yang diunggah melalui akun Youtube-nya, diakses Kompas.com pada Kamis (18/2/2021).
Baca juga: Wacana Revisi UU ITE, Refly Harun: Bahkan Saya Dukung UU Itu Dicabut
Refly mendukung wacana revisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dilontarkan Presiden Joko Widodo.
Bahkan, ia mendukung jika UU itu dicabut agar tidak bisa digunakan sebagai alat untuk menjerat pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah.
Refly juga menyoroti penggunaan pasal-pasal UU ITE yang kerap dijadikan alasan untuk menahan seseorang.
Pasal penghinaan mengatur ancaman hukuman pidana 4 tahun, sehingga tersangka tidak dapat ditahan.
"Tapi, dalam beberapa kasus yang lain, ketika orang kemudian dituduh menghina, itu ditandem dengan pasal lain, yaitu pasal ujaran kebencian yang ancaman hukumannya 6 tahun, sehingga ada kesempatan atau legitimasi untuk menahan," ucapnya.
Baca juga: JK: Jika UU ITE Bisa Buat Orang Terpeleset, Silakan Dirombak
Refly pun berharap aparat keamanan memahami instruksi Presiden Jokowi agar UU ITE diterapkan secara selektif.
Ia menyarankan kepolisian menerapkan pendekatan restorative justice dalam menangani laporan pengaduan masyarakat.
Menurutnya, aparat dapat mempertemukan kedua belah pihak terlebih dahulu dan mendamaikan.
Apabila tak ada kesepakatan damai, barulah dilakukan langkah penegakan hukum yang tidak pandang bulu.
"Bagaimana perlindungannya kalau ada masalah masyarakat dengan masyarakat? Ya bisa ke polisi, adukan dengan pasal di UU atau di KUHP. Yang paling penting penegak hukum harus menjalankan langkah-langkah persuasif, mediasi, sebelum penegakan hukum," tutur Refly.
Baca juga: Langkah Pemerintah Susun Pedoman Interpretasi UU ITE Dipertanyakan
Sebelumnya diberitakan, pemerintah menyiapkan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE.
Hal ini disampaikan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate saat dikonfirmasi soal langkah pemerintah terkait revisi UU ITE.
"Yang perlu disiapkan segera adalah pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE," kata Johnny kepada Kompas.com, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: Ini Langkah yang Harus Dilakukan Jokowi jika Serius Ingin Revisi UU ITE
Johnny mengatakan, pembentukan pedoman interpretasi resmi terhadap UU ITE diinstruksikan oleh Presiden Joko Widodo. Pedoman tersebut dibuat agar implementasi pasal-pasal UU ITE berjalan adil dan tak multitafsir.
Selain Kemenkominfo, pedoman ini juga akan disusun oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung.
Menurut Johnny, pedoman interpretasi resmi UU ITE bakal dibuat dalam bentuk yang bisa menjadi acuan formal dan mempunyai kedudukan hukum.
"Koordinasi pembahasannya dilakukan melalui Kemenko Polhukam," ujarnya.
Baca juga: Jokowi Bakal Minta DPR Revisi UU ITE Jika Implementasinya Tak Adil
Terkait target penyusunan pedoman, Johnny mengatakan akan ditentukan dalam pembahasan pertama pemerintah.
Johnny menyampaikan bahwa Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 28 Ayat (2) UU ITE yang kerap dianggap sebagai pasal karet atau multitafsir sudah beberapa kali diuji di Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasilnya, MK selalu menyatakan bahwa pasal tersebut konstitusional dan tak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Pada prinsipnya, lanjut dia, UU ITE bertujuan untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif.
Jaminan keadilan dalam UU ITE diklaim telah diupayakan pemerintah. Namun, jika pelaksanaannya tidak dapat memberikan rasa adil, terbuka peluang UU ITE direvisi kembali.
"Kami mendukung sesuai arahan Bapak Presiden," kata Johnny.
Baca juga: Selain UU ITE, Presiden Diminta Selesaikan Persoalan Kebebasan Berpendapat
Wacana revisi UU ITE pertama kali dilontarkan oleh Presiden Jokowi. Ia mengaku bakal meminta DPR memperbaiki UU tersebut jika implementasimya tak berikan rasa keadilan.
Menurut Jokowi, hulu persoalan dari UU ini adalah pasal-pasal karet atau yang berpotensi diterjemahkan secara multitafsir. Oleh karenanya, jika revisi UU ITE dilakukan, ia akan meminta DPR menghapus pasal-pasal tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.