Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengurai Polemik Pilkada Serentak, Perbedaan UU Pilkada dan Draf RUU Pemilu

Kompas.com - 29/01/2021, 08:23 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu). RUU ini masuk dalam daftar 33 RUU Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2021.

Komisi II DPR mengusulkan revisi UU Pemilu ini ke Badan Legislasi (Baleg) pada Senin (16/11/2020) dengan alasan bahwa terjadi tumpang tindih pasal dalam UU Pemilu dan UU Pilkada.

Oleh karenanya, Komisi II memutuskan agar pelaksanaan Pemilu dan Pilkada diatur dalam satu undang-undang.

Baca juga: PKS Setuju Revisi UU Pemilu Atur Pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023

"Ini kami juga dasari perubahan dalam keputusan MK, baik tentang UU Pemilu dan ada enam putusan MK tentang UU Pilkada," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia dalam paparannya dalam rapat Baleg secara virtual, Senin (16/11/2020).

Doli mengatakan, revisi UU Pemilu ini akan berpengaruh pada pencabutan sejumlah UU terkait kepemiluan.

UU yang akan dicabut adalah, UU Nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan Perppu 1 tahun 2014 tentang Pilkada, UU Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada, UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.

Kemudian, UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu Pilkada, dan UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada.

Baca juga: PDI-P: Pilkada Serentak Tetap 2024, Tak Perlu Diubah dalam RUU Pemilu

Selain itu, RUU ini akan dimuat dua konsep pemisahan tata laksana Pemilu yang disebut sebagai Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah.

"Ada perkembangan tentang definisi Pemilu Nasional dan Daerah, yang kami susun Pemilu Nasional terdiri atas pilpres, pemilihan DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu Daerah Pemilihan gubernur-wagub, Bupati-wakil bupati dan walkot dan wawalkot," tutur Doli.

Pilkada 2024 bakal dinormalisasi?

Beberapa hari terakhir, RUU Pemilu menjadi sorotan partai politik dikarenakan draf RUU ini mengatur perubahan terkait pelaksanaan pilkada serentak.

Wakil Ketua Baleg, Achmad Baidowi atau biasa disapa Awiek menuturkan, draf RUU Pemilu ini disusun Badan Keahlian Dewan (BKD) DPR atas permintaan Komisi II.

"Draf RUU Pemilu ini disusun BKD DPR atas permintaan Komisi II," kata Awiek saat dihubungi, Selasa (26/1/2021).

Baca juga: Perludem Minta DPR Tak Hanya Fokus pada Satu Isu dalam RUU Pemilu

Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).KOMPAS/PRIYOMBODO Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).
Dalam draf RUU Pemilu sementara yang diterima wartawan, Pasal 731 Ayat 2 dan 3 dimuat ketentuan bahwa Pilkada dilaksanakan pada 2022 dan 2023.

Kemudian, Pasal 734 menyebutkan bahwa pilkada serentak akan dilangsungkan pada tahun 2027 dan selanjutnya diselenggarakan setiap lima tahun sekali.

Ketentuan ini berbeda dengan ketentuan yang dimuat UU Nomor 10 Tahun 2016. Pada 201 Ayat 8 disebutkan bahwa Pilkada serentak telah ditetapkan digelar pada November 2024.

Baca juga: DPR Wacanakan Pilkada Serentak 2027, Ini Kata KPU...

Pelaksanaan Pilkada ini akan berdekatan dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg).

Secara terpisah, Wakil Ketua Baleg Willy Aditya mengatakan, wacana pelaksanaan Pilkada 2022 dan 2023 harus dibahas lebih lanjut dengan mendengarkan masukan dari pemerintah

"Tapi kita minta masukan pemerintah, DIM-nya disusun pemerintah. Dan ini masih tawaran semacam perspektif," ujar Willy.

Ditolak PDI-P dan PKB

Perubahan pelaksanan pilkada dalam draf tersebut menuai respons beragam dari partai politik di DPR RI. Dua partai yakni PPP dan PAN secara tegas menolak pembahasan RUU Pemilu secara keseluruhan.

Sementara itu, partai politik seperti PDI-P dan PKB menolak ketentuan pelaksanaan Pilkada dalam draf RUU Pemilu tersebut. Mereka meminta pelaksanaan pilkada tetap dilaksanakan 2024.

Baca juga: PPP Minta Pilkada Serentak Tetap 2024, Tak Perlu Diubah di RUU Pemilu

Ketua DPP PDI-P Djarot Syaiful Hidayat mengatakan, persoalan pilkada serentak selama ini lebih pada aspek pelaksanaan, bukan substansi peraturan perundangan-undangan.

Oleh karenanya, ia meminta, pilkada serentak tetap dilakukan pada 2024.

"Atas dasar hal tersebut, sebaiknya pilkada serentak tetap diadakan pada tahun 2024. Hal ini sesuai dengan desain konsolidasi pemerintahan pusat dan daerah," kata Djarot dalam keterangan tertulis, Kamis (28/1/2021).

Djarot mengungkapkan, pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 merupakan salah satu materi pokok di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 yang bertujuan menjaga kesinambungan dan kesesuaian jadwal Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) dan Pilkada 2024.

Baca juga: Partai Demokrat Setuju Revisi UU Pemilu Atur Pilkada 2022 dan 2023

Pelaksanaan PSS Pilkada Boven Digoel, Papua, Senin (28/12/2020)Dok Humas Polda Papua Pelaksanaan PSS Pilkada Boven Digoel, Papua, Senin (28/12/2020)
Untuk itu, ia meminta pelaksanaan Pilkada tetap dijalankan sesuai UU Nomor 10 Tahun 2016.

"Pilkada Serentak 2024 yang diatur dalam UU tersebut belum dijalankan, bagaimana perubahan akan dilakukan? Jadi dilaksanakan dulu tahun 2024, baru dievaluasi," ujarnya.

Senada dengan Djarot, Anggota DPR dari Fraksi PKB Luqman Hakim mengatakan, sebaiknya Pilkada serentak digelar sesuai ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016.

Baca juga: Politisi PDI-P: Revisi UU Pemilu Berpotensi Timbulkan Ketegangan Politik

Alasannya, saat ini Indonesia masih fokus dalam penanganan pandemi Covid-19 dan krisis ekonomi.

Luqman memprediksi, sekitar dua tahun ke depan, Indonesia masih akan fokus dalam menangani pandemi Covid-19.

Oleh karena itu, apabila pilkada dilaksanakan pada 2024, pemerintah akan lebih fokus pada penanganan pandemi.

"Dengan skema pilkada serentak 2024, situasi politik nasional akan lebih kondusif dan anggaran negara dapat difokuskan untuk memulihkan ekonomi, mengatasi pengangguran dan kemiskinan yang melonjak akibat pandemi Covid-19," ujar dia.

Baca juga: Soal Revisi UU Pemilu, Gerindra Tunggu Hasil Koordinasi dengan Partai Lain

Beda sikap Demokrat

Sementara itu, Kepala Badan Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan, partainya menyetujui ketentuan yang dimuat di dalam draf RUU Pemilu bahwa Pilkada dilangsungkan 2022 dan 2024.

Alasannya, jika pelaksanaan pilkada berdekatan dengan pilpres, masyarakat akan kehilangan momentum mendalami visi misi dan rekam jejak calon kepala daerah.

"Bagaimanapun, pilpres memiliki daya magnet yang luar biasa. Keserentakan pilpres dan pileg di 2019 lalu, memberikan contoh nyata bagaimana pileg tenggelam di tengah hiruk pikuk pilpres. Begitu juga kemungkinan nasib Pilkada," ujar Herzaky dalam keterangan tertulis, Rabu (27/1/2021).

Baca juga: MK Segera Tentukan Kelanjutan Gugatan Rizal Ramli soal Presidential Threshold

Kendati demikian, Herzaky menghormati opsi apa pun yang akan disepakati antara DPR dan pemerintah terkait RUU Pemilu demi merawat demokrasi di Tanah Air.

Ia mengingatkan, jangan sampai ada pihak yang memaksakan Pilkada serentak 2024 hanya karena kepentingan pragmatis yang tidak pro rakyat.

"Misalnya, mau menjegal tokoh-tokoh politik yang dianggap potensial sebagai capres," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Bukti Hadapi Sidang di MK

Nasional
Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com