Senada, Sekjen PSI Satia Chandra Wiguna juga mengkritisi usulan kenaikan parlementiary treshold.
Baca juga: Ambang Batas Parlemen Diusulkan Naik, Berkarya: Apa Ada Semangat Bunuh Demokrasi?
Chandra mengatakan realitas politik di lapangan akan berat jika ambang batas parlemen diterapkan.
Para wakil partai nonparlemen ini juga meminta besaran ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) dievaluasi dan diturunkan.
Adapun peraturan mengenai presidential threshold tertuang saat ini tertuang dalam Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Pasal itu menjelaskan bahwa parpol atau gabungan parpol harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dari hasil pileg sebelumnya untuk bisa mengusung pasangan capres-cawapres pemilu.
Karenanya, partai baru atau partai dengan perolehan suara yang kecil tidak bisa mengusung capres-cawapres sendiri.
Sekjen Perindo Ahmad Rofiq mengatakan, ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen seperti saat ini tidak perlu diterapkan.
"Ambang batas pencalonan presiden itu (sebesar 20 persen) memang tidak perlu terjadi. Karena baik partai yang ada di parlemen dan partai di luar parlemen ini kan semua punya aspirasi, " ujar Rofiq.
Baca juga: Partai Nonparlemen Juga Minta Pemerintah Turunkan Presidential Treshold
Priyo Budi Santoso pun menilai besaran ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen membawa dampak negatif.
Sebab, pada akhirnya berakibat pembelahan perpolitikan yang berkepanjangan.
Dalam kesempatan itu, Priyo Budi Santoso juga mengkritisi dana bantuan dari pemerintah. Pihaknya sebagai partai nonparlemen merasa tidak diperlakukan secara adil.
Sebab, berdasarkan aturan dana bantuan dari pemerintah diperuntukan bagi mereka yang lolos parlementiary threshold dan mendapat kursi di parlemen.
Dia membandingkan dengan aturan dalam UU Pemilu bahwa ambang batas parlemen merujuk dukungan proporsional suara.
"Sehingga malau mau adil, mestinya tidak usah ada embel-embel, mereka yang istimewa, partai yang tidak lolos harusnya dihitung juga. Sebab, (perolehan suara) kami total keseluruhan adalah 11 persen lebih dari suara nasional," kata Priyo.
"Ini kan kalau kami mau bersatu, bisa besar dan punya fraksi sendiri di parlemen. Kalau mau dan dibolehkan UU, tapi kan UU kejam sekali. Membunuh semua aspirasi ini, " tambah Priyo.