Sebelumnya, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengajukan gugatan uji materi terhadap pasal 167 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan pasal 201 ayat (7) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke MK.
Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, mengatakan Perludem meminta MK menafsirkan konstitusisionalitas pemilu serentak dengan lima kotak.
"Dengan fakta-fatka dan argumentasi hukum baru dalam pandangan Perludem dan didukung ahli yang kita hadirkan, kami memandang pemilu serentak 5 kotak tidak mampu memenuhi asas kepemiluan yang dikehendaki putusan MK terdahulu," ujar Titi di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Baca juga: Pilkada 2020 Dinilai Jadi Kesempatan KPU Kembalikan Kepercayaan Publik
Dalam putusan terdahulu, MK memandang keserentakan pemilu bertujuan memperkuat sistem presidensial dan menegaskan efisiensi pelaksanaan pemilu.
"Namun, dalam praktiknya (pemilu serentak) kurang manusiawi dari sisi beban," lanjut Titi.
Sehingga, Perludem meminta MK menyatakan keserentakan pemilu bisa dibagi menjadi dua.
Adapun Pasal 167 Ayat (3) UU Pemilu mengatur bahwa pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.
Sementara itu, Pasal 201 Ayat (7) UU Pilkada menyatakan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024.
Adapun pada Senin (13/1/2020) permohonan uji materi perkara nomor 55/PUU-XVII/2019 ini memasuki sidang lanjutan dengan agenda mendengarkan keterangan ahli.