Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konsistensi Fahri Hamzah Dukung Revisi UU KPK, Dipecat PKS hingga Gol di Akhir Jabatan

Kompas.com - 17/09/2019, 08:55 WIB
Ihsanuddin,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menjadi salah satu politisi di Parlemen yang konsisten mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).

Dari era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono hingga akhir periode pertama Presiden Joko Widodo, sikap Fahri Hamzah tidak pernah berubah.

Pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera juga tak menghalanginya untuk terus mendukung revisi UU KPK.

Ya, upaya DPR merevisi UU KPK memang bukan muncul baru-baru ini. Upaya ini sudah muncul sejak era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2010 lalu.

Upaya revisi UU KPK pertama kali diwacanakan oleh Komisi III DPR yang dipimpin politisi Partai Demokrat, Benny K Harman, pada 26 Oktober 2010.

Saat itu, Fahri juga masih menjabat sebagai anggota komisi hukum dan ikut mendukung revisi UU KPK.

Baca juga: Revisi UU KPK Segera Disahkan Jadi Undang-Undang dalam Rapat Paripuna

Pertengahan Desember 2010, DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 sebagai usul inisiatif DPR.

Namun, hingga akhir tahun 2011, DPR belum berhasil membahas revisi UU KPK.

DPR bersama pemerintah kembali memasukkan revisi UU KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas 2012. Kali ini, Komisi III mulai serius merumuskan draf revisi UU KPK.

Namun, upaya revisi langsung menuai kritik karena komisi hukum menyusun draf yang dianggap banyak pihak dapat melemahkan

Contohnya, penghilangan kewenangan penuntutan, adanya mekanisme penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan negeri terlebih dulu, serta dibentuknya dewan pengawas.

Pimpinan KPK saat itu turut bereaksi keras menanggapi revisi tersebut. Pada 19 September 2012, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan bahwa revisi dapat mempereteli kewenangan lembaga yang dipimpinnya.

"Kalau penuntutan maupun penyadapan dipereteli, mendingan KPK dibubarkan saja," kata Abraham.

Baca juga: Ini Aturan Penyadapan di KPK Versi DPR

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menolak revisi UU KPK karena timing-nya tidak tepat, meski sebelumnya Partai Demokrat sempat mendukung revisi UU tersebut.

Penolakan tersebut disampaikan SBY dalam pidatonya yang menanggapi konflik antara KPK dan Polri.

"Pemikiran dan rencana revisi UU KPK sepanjang untuk memperkuat dan tidak untuk memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi, saya pandang kurang tepat untuk dilakukan saat ini. Lebih baik sekarang ini kita tingkatkan sinergi dan intensitas semua upaya pemberantasan korupsi," kata SBY di Istana Negara, Jakarta, pada 8 Oktober 2012.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com