JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan, akan menertibkan Wadah Pegawai KPK.
Penertiban itu, kata mantan hakim ad hoc ini, lantaran Wadah Pegawai KPK seolah-olah sudah menjadi juru bicara KPK.
Alexander mengomentari aksi para pegawai KPK yang menyuarakan kritik terhadap revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pegawai KPK juga mendesak DPR dan Presiden Joko Widodo agar tak memilih capim yang bermasalah.
"Ini seolah-olah di KPK itu semua jadi juru bicara. Ke depan kita harus tertibkan itu, tentukan siapa yang jadi pembicara mengatasnamakan lembaga," kata Alexander di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca juga: Masinton: Kemarin Namanya Wadah Pegawai KPK, Sekarang Wadah Politik...
Alexander mengatakan, seharusnya yang berhak berbicara atas nama KPK kepada publik adalah juru bicara.
Ia menjelaskan, juru bicara KPK pun jika berbicara tentang suatu hal harus seizin Pimpinan KPK.
"Juru bicara tidak bisa bicara tanpa sepengetahuan pimpinan, pimpinan harus tahu apa yang disampaikan, karena mengatasnamakan lembaga dan pimpinan dari Komisi," ujarnya.
Lebih lanjut, Alexander mengatakan, Wadah Pegawai KPK tak bisa dibubarkan, selama keberadaannya mengacu pada peraturan sistem manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) KPK.
Kendati demikian, kata Alexander, fungsi Wadah Pegawai KPK bisa dikembalikan ke fungsi semula, agar tidak menyimpang dari tujuan pembentukan.
"Pembentukan wadah pegawai itu asal muasalnya seperti apa, dulu tujuannya untuk apa itu saja. Kita kembalikan ke fungsinya," pungkasnya.
Baca juga: Fahri Hamzah Sebut Wadah Pegawai KPK Harus Bubar, Bakal Jadi Anggota Korpri
Wadah Pegawai KPK gencara menyuarakan penolakan terhadap rencana revisi UU KPK. Selain itu, para pegawai KPK juga meminta DPR untuk tak memilih calon pimpinan yang bermasalah.
Para pegawai KPK menggelar aksi untuk menyampaikan aspirasinya. Bahkan juga menutup logo KPK di Gedung Merah Putih.
Sebab, politikus PDI Perjuangan tersebut menilai, wadah pegawai tersebut menggunakan posisinya demi kepentingan politik semata.
"Kalau kemarin wadah pegawai namanya, sekarang wadah politik. Ini yang menjadi kelompok penekan, menekan pimpinan, menekan publik, melakukan pressure terhadap DPR," kata Masinton saat dihubungi, Kamis (12/9/2019).