Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada UU Ini, Presiden Jadi Sulit Bubarkan Kementerian Tak Efektif

Kompas.com - 04/09/2019, 18:46 WIB
Christoforus Ristianto,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono mengatakan, ada undang-undang yang mengganjal seorang kepala negara membentuk formasi kementerian dalam sebuah kabinet yang bekerja secara efektif.

Undang-undang yang dimaksud, yakni Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

"Kita lihat di Pasal 19 Ayat 1 dalam UU itu. Dalam hal perubahan pembubaran kementerian, Presiden diharuskan meminta pertimbangan kepada DPR," ujar Bayu dalam Konferensi Pers hasil Konferensi Nasional Hukum Tata Negara di Hotel JS Luwansa, Jakarta Selatan, Rabu, (4/9/2019).

Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara Pertanyakan Efektivitas Menteri Koordinator

Karena harus melalui DPR, seorang kepala negara menjadi tidak bisa leluasa dalam membentuk formasi kementerian yang sejalan dengan visi misi.

Ia menyoroti frasa 'pertimbangan' dalam ayat itu yang berpotensi menimbulkan perbedaan presepsi antara eksekutif dengan parlemen. Padahal, pembentukan kabinet merupakan kewenangan dari Presiden berdasarkan sistem presidensial.

"UU itu kemudian menjadi seakan-akan melibatkan DPR dalam banyak hal penyusunan kabinet," tutur dia.

Baca juga: Jokowi: Kabinet Itu Hak Prerogatif Presiden, Jangan Ikut Campur!

Bayu menuturkan, DPR RI memiliki tugas dan fungsi sebagai regulasi, legislasi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), hingga anggaran pengawasan.

Dengan demikian, ia mendorong adanya perbaikan dari UU Kementerian Negara. Fokusnya, agar urusan nomenklatur kementerian diserahkan sepenuhnya kepada eksekutif.

"Pengurusan nomenklatur adalah urusan presiden, ya harusnya UU kementerian itu dilakukan perubahan kedepannya," lanjut dia.

Ke depan, Bayu berharap ada UU yang mengatur secara khusus keputusan yang dapat dijalankan oleh Presiden dalam mempergunakan hak pererogratif.

"UU Kepresidenan kita enggak punya, tapi kalau kementerian negara punya," pungkas Bayu.

Baca juga: Ini Tantangan yang Akan Dihadapi Menteri Muda jika Duduk di Kabinet Jokowi

Diberitakan, Konferensi Nasional Hukum Tata Negara yang diikuti oleh para pakar hukum tata negara di Indonesia mempertanyakan efektivitas menteri koordinator dalam kabinet presidensial.

salah seorang pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan, para pakar hukum tata negara menarik sebuah kesimpulan bahwa tidak semua menteri koordinator itu berjalan efektif dalam mengimplementasikan kebijakan.

"Misalnya menko A kurang efektif, Menko B efektif betul, Menko C terlalu efektif. Kalau memang Presiden membutuhkan (menteri koordinator), enggak ada masalah sama sekali. Hanya harus dipikirkan betul apakah ada nilai tambahnya atau tidak," ujar Bivitri.

"Kalau misalkan tidak, barangkali tidak perlu diadakan. Intinya lihat efektivitasnya," lanjut wanita yang juga menjabat sebagai pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera itu. 

 

Kompas TV Kerap ditanya mengenai nama calon menterinya, Presiden Jokowi curhat saat peresmian pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 tahun 2019 di Istana Kepresidenan, Senin (2/9/19). "Pak, siapa sih nanti menteri-menterinya? Kemana-mana ditanya ini terus. Pak, bapak A masuk enggak, Pak? Nanti ke tempat lain, Ibu B masuk ke kabinet enggak, Pak?” ujar Jokowi. Menanggapi hal itu, Jokowi meminta semua orang yang bertanya untuk bersabar. Ia pastikan susunan kabinet jilid II akan diumumkan dalam waktu dekat. Apalagi Jokowi menegaskan penyusunan kabinet adalah hak prerogatifnya sebagai presiden terpilih 2019-2024. "Konstitusi kita mengatakan, penyusunan kabinet itu hak prerogatif presiden. Jadi jangan ada yang ikut campur," kata Jokowi. #Jokowi #MenteriJokowi #KabinetJokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Vibes Sehat, Perwira Pertamina Healing dengan Berolahraga Lari

Nasional
Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nyalakan Semangat Wirausaha Purna PMI, Bank Mandiri Gelar Workshop “Bapak Asuh: Grow Your Business Now!”

Nasional
Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Data ICW: Hanya 6 dari 791 Kasus Korupsi pada 2023 yang Diusut Pencucian Uangnya

Nasional
UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

UKT Meroket, Anies Sebut Keluarga Kelas Menengah Paling Kesulitan

Nasional
Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Anies Ungkap Kekhawatirannya Mau Maju Pilkada: Pilpres Kemarin Baik-baik Nggak?

Nasional
MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

MKD DPR Diminta Panggil Putri SYL yang Diduga Terima Aliran Dana

Nasional
Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Kemenag: Jemaah Umrah Harus Tinggalkan Saudi Sebelum 6 Juni 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com