Meski ketentuan living law tetap diatur RKUHP, namun pasal tersebut menuai kritik dari organisasi masyarakat sipil.
Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai ketentuan living law tidak diatur secara jelas. Akibatnya pasal tersebut justru berpotensi menimbulkan over-kriminalisasi.
"Tidak jelas antara hukum yang hidup di masyarakat dengan hukum adat rentan menimbulkan overkriminalisasi," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).
Baca juga: DPR Terbuka Soal Penghilangan Kata Penghinaan Agama dalam RUU KUHP
Menurut Erasmus, substansi pasal yang tidak jelas dan ketat akan memunculkan Peraturan Daerah (Perda) yang diskriminatif.
Di sisi lain, aparat penegak hukum nantinya juga dapat mendefinisikan hukum yang hidup di masyarakat berdasarkan penafsirannya sendiri tanpa batasan yang jelas.
"Akan ada paling tidak 514 KUHP lokal tanpa kejelasan mekanisme evaluasi yang diatur dalam Perda sehingga berpotensi memunculkan Perda diskriminatif," kata Erasmus.
Adapun DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang. Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.