Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi III: RUU KUHP Belum Dapat Disahkan pada Pertengahan Juli

Kompas.com - 03/07/2019, 19:37 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum dapat disahkan pada pertengahan Juli 2019.

Erma mengatakan, baik DPR maupun pemerintah ingin berhati-hati dalam melakukan pembahasan. Sebab, masih ada beberapa isu krusial yang belum disepakati.

"Belum (disahkan pertengahan Juli). Kami masih sangat hati-hati, mudah-mudahan Agustus masuk masa reses udah dapat ide-ide baru," ujar Erma di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2019).

Menurut Erma, saat ini masih terdapat tujuh isu krusial yang belum disepakati dalam pembahasan RUU KUHP.

Baca juga: Pemberlakuan Hukum Adat Jadi Perdebatan dalam Pembahasan RUU KUHP

Ia mengungkapkan, pasal mengenai penerapan hukuman mati masih salah satu isu yang menjadi perdebatan. Ada pula mengenai ketentuan mengenai penerapan hukum adat yang diatur dalam Pasal 2 RUU KUHP.]

Berdasarkan draf RUU KUHP hasil rapat internal pemerintah 25 Juni 2019, Pasal 2 menyatakan, hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Erma mengatakan, dalam tim Panja Pemerintah sendiri masih terjadi perdebatan apakah pasal mengenai penerapan hukum yang berlaku dalam masyarakat atau hukum adat perlu diatur dalam RUU KUHP.

Perdebatan juga terjadi soal bagaimana mengukur penerapan hukum adat agar tidak menimbulkan konflik.

Ia mencontohkan ketika ada orang bersuku Aceh melakukan pelanggaran di Papua, apakah hukuman untuk membayar denda adat dengan menggunakan babi bisa diterapkan atau tidak.

"Itu sebenarnya harusnya keputusan politik ya tapi ini kan riskan. Makanya masuk tujuh pending isu. masih seperti kemarin, masih belum sepakat," kata Erma.

Sementara itu, lanjut Erma, Komisi III belum menjadwalkan rapat pembahasan antara Tim Panja Pemerintah dan DPR.

Kemungkinan rapat pembahasan RUU KUHP akan dilanjutkan setelah masa reses DPR yakni mulai 25 Juli hingga 15 Agustus.

"Belum (dijadwalkan rapat pembahasan) karena 25 juli reses, lalu habis itu baru masuk lagi Agustus kan," ucapnya.

Baca juga: Pemerintah dan DPR Sepakati Delik Pidana terhadap Agama dalam RUU KUHP

Sebelumnya, Koalisi Advokasi Kemerdekaan Beragama atau Berkeyakinan yang terdiri dari 11 organisasi masyarakat sipil meminta pengesahan RUU KUHP ditunda.

Menurut informasi yang mereka terima, RUU KUHP rencananya akan disahkan pada pertengahan Juli 2019.

Mereka meminta pengesahan ditunda dan pembahasan dengan masyarakat dibuka kembali. Sebab mereka memandang masih terdapat pasal-pasal tentang agama yang justru semakin membuka ruang diskriminasi, konflik dan melegitimasi tindakan intoleransi di tengah masyarakat.

Kompas TV Polisi menangkap pria yang mengancam Presiden Joko Widodo lewat video yang viral di media sosial. Pelaku berinisial HS ini dijerat dengan pasal 104 KUHP tentang makar dan terancam hukuman 20 tahun penjara. Lebih lengkap soal penangkapan tersangka pengancam Presiden Jokowi akan ditanyakan langsung kepada Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono. #PenghinaJokowi #PengancamJokowi #PresidenJokowi
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com