Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dalam RKUHP, Polisi dan Jaksa Berwenang Menindak Berdasar Hukum Adat

Kompas.com - 30/08/2019, 15:58 WIB
Kristian Erdianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengatur tentang ketentuan hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law.

Anggota Panja RKUHP DPR Nasir Djamil mengatakan, ketentuan hukum yang hidup di masyarakat merupakan hukum adat yang saat ini masih berlaku. Artinya, hukum adat yang masih dijalankan dan dipraktikkan oleh suatu masyarakat hingga saat ini.

"Tentu saja living law itu hukum yang masih hidup di masyarakat. Bukan hukum yang sudah mati kemudian dhidupkan kembali," ujar Nasir saat dihubungi Kompas.com, Jumat (30/8/2019). 

Pasal 2 ayat (1) RKUHP pada intinya menyatakan, KUHP tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam ketentuan pidana.

Baca juga: Dianggap Pasal Karet, Pasal soal Penodaan Agama dalam RKUHP Diminta Dihapus

Kemudian, Pasal 2 ayat (2) menyebut hukum yang hidup dalam masyarakat tetap berlaku di daerah hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini, sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, UUD 1945, hak asasi manusia, serta asas-asas hukum umum yang diakui masyarakat beradab.

Kendati demikian dalam RKUHP tidak disebutkan secara spesifik jenis-jenis tindakan dalam hukum adat yang dapat diancam pidana.

Nasir menjelaskan, setelah RKUHP disahkan menjadi undang-undang, maka pemerintah akan membuat kompilasi hukum adat dari seluruh daerah.

Pemerintah memiliki waktu selama dua tahun untuk membuat kompilasi hukum adat sebelum RKUHP mulai berlaku.

"Jadi nanti masing-masing daerah itu dibuat semacam Perda lalu Perda ini akan dikompilasi menjadi hukum adat dan memang ini butuh biaya besar untuk melakukan penelitian. Nanti pemerintah mungkin bekerja sama dengan daerah-daerah itu melakukan peneltian terhadap hukum adat yang sedang berjalan selama ini," tutur dia.

Selain itu, lanjut Nasir, RKUHP memberikan kewenangan bagi polisi dan jaksa untuk menegakkan hukum adat.

Baca juga: Rumusan Pasal Pidana Terhadap Agama dalam RUU KUHP Masih Dapat Berubah

Sebab, dalam Pasal 598, setiap orang yang melakukan perbuatan yang menurut hukum yang hidup dalam masyarakat dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, diancam dengan pidana.

Namun pasal tersebut masih menjadi perdebatan antara tim panja pemerintah dan DPR.

Menurut Nasir, pemerintah berargumen bahwa polisi dan jaksa memiliki kewenangan menegakkan hukum adat, bukan masyarakat adat.

Sementara, di beberapa daerah sudah memiliki peradilan adat yang dibentuk oleh masyarakat adat itu sendiri.

"Tapi memang dalam menegakkan hukum adat itu tetap dilakukan oleh polisi dan jaksa bukan masyarakat adat. Ini juga jadi persoalan karena ada beberapa daerah yang mereka sudah memiliki hukum adat bahkan sudah punya peradilan adat," kata Nasir.

Meski ketentuan living law tetap diatur RKUHP, namun pasal tersebut menuai kritik dari organisasi masyarakat sipil.

Peneliti Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu menilai ketentuan living law tidak diatur secara jelas. Akibatnya pasal tersebut justru berpotensi menimbulkan over-kriminalisasi.

"Tidak jelas antara hukum yang hidup di masyarakat dengan hukum adat rentan menimbulkan overkriminalisasi," ujar Erasmus kepada Kompas.com, Rabu (28/8/2019).

Baca juga: DPR Terbuka Soal Penghilangan Kata Penghinaan Agama dalam RUU KUHP

Menurut Erasmus, substansi pasal yang tidak jelas dan ketat akan memunculkan Peraturan Daerah (Perda) yang diskriminatif.

Di sisi lain, aparat penegak hukum nantinya juga dapat mendefinisikan hukum yang hidup di masyarakat berdasarkan penafsirannya sendiri tanpa batasan yang jelas.

"Akan ada paling tidak 514 KUHP lokal tanpa kejelasan mekanisme evaluasi yang diatur dalam Perda sehingga berpotensi memunculkan Perda diskriminatif," kata Erasmus.

Adapun DPR menjadwalkan pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna pada akhir September mendatang. Menurut jadwal, Rapat Paripurna DPR akan digelar pada Selasa (24/9/2019).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Sambangi Kediaman Muhaimin Menjelang Putusan MK, Anies: Ini Tradisi Lebaran...

Nasional
Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Muhaimin Belum Punya Rencana Bertemu Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Muhaimin Bilang Anies Belum Punya Niat Kembali Berkontestasi di Pilkada 2024

Nasional
PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

PKB Buka Pendaftaran untuk Pilkada 2024, Selain Kader Juga Bisa Daftar

Nasional
Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Menjelang Putusan Sengketa Pilpres di MK, Kubu Ganjar-Mahfud Harap Tak Berakhir Antiklimaks

Nasional
Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Optimistis MK Diskualifikasi Gibran, Kubu Anies: Tak Ada Alasan untuk Tidak Pemungutan Suara Ulang

Nasional
MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

MK Diperkirakan Tak Akan Diskualifikasi Prabowo-Gibran

Nasional
Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Jadwal Terbaru Pelaksanaan UTBK-SNBT 2024

Nasional
Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Dana Zizwaf Selama Ramadhan 2024 Meningkat, Dompet Dhuafa: Kedermawanan Masyarakat Meningkat

Nasional
MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

MK Diprediksi Bikin Kejutan, Perintahkan Pemungutan Suara Ulang di Sejumlah Daerah

Nasional
Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Menakar Nasib Ketua KPU Usai Diadukan Lagi ke DKPP Terkait Dugaan Asusila

Nasional
Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Tak Lagi Solid, Koalisi Perubahan Kini dalam Bayang-bayang Perpecahan

Nasional
TPN Ganjar-Mahfud Sebut 'Amicus Curiae' Bukan untuk Intervensi MK

TPN Ganjar-Mahfud Sebut "Amicus Curiae" Bukan untuk Intervensi MK

Nasional
Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Percepat Kinerja Pembangunan Infrastruktur, Menpan-RB Setujui 26.319 Formasi ASN Kementerian PUPR

Nasional
Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com