JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Prasetyo mengatakan, ada kelompok yang menghambat rencana pemerintah dalam menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat masa lalu melalui jalur non yudisial.
Padahal, keluarga korban perkara pelanggaran HAM berat masa lalu sudah menyatakan bersedia apabila pemerintah menempuh jalur non yudisial.
"Keluarga korban enggak pernah mempersalahkan. Saya rasa mungkin ada pihak-pihak yang mewakili keluarga korban (yang menolak jalur non yudisial), kan gitu," ujar Prasetyo ketika dijumpai di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Jumat (1/6/2018).
Baca juga: Jaksa Agung: Bukti Minim, Siapapun Pemimpin Sulit Bawa Kasus HAM ke Peradilan
Bahkan, keluarga korban juga sudah bersedia jalur non yudisial yang ditempuh adalah jalur rekonsiliasi.
Di dalam jalur rekonsiliasi tersebut, lanjut Prasetyo, yang terpenting ada upaya negara untuk merehabilitasi keluarga korban.
"Jadi siapa yang bilang enggak mau? Kalau mereka, yang terpenting itu bagaimana ada upaya rehabilitasi saja," ujar Prasetyo.
Dalam praktiknya, negara sebenarnya sudah menjalankan rehabilitasi itu. Salah satunya dengan tidak lagi mencantumkan label 'eks PKI' di Kartu Tanda Penduduk (KTP) seseorang yang diduga terlibat PKI pada masa lalu.
Baca juga: Peserta Kamisan Minta Jaksa Agung Tindaklanjuti Temuan Komnas HAM
Ia berharap, kelompok tersebut melunak supaya pemerintah bisa melanjutkan menyelesaikan perkara pelanggaran HAM berat masa lalu.
"Jadi saya pikir semua pihak harus memahami ini supaya segera selesai dan sekali lagi supaya bangsa ini tidak tersandera oleh dakwaan atau katakanlah tuduhan adanya pelanggaran HAM berat masa lalu," ujar Prasetyo.
Presiden Joko Widodo sebelumnya bertemu para peserta aksi Kamisan yang biasa menggelar unjuk rasa di depan Istana.
Dalam pertemuan tersebut, mereka menuntut agar Jokowi mengakui kasus pelanggaran HAM yang sudah masuk dalam tahap penyelidikan di Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Baca juga: Suciwati Munir Khawatir Pertemuan Jokowi dengan Peserta Kamisan hanya Simbolis di Tahun Politik
Kasus itu, yakni seperti tragedi Semanggi I, Semanggi II, Trisakti, penghilangan paksa 13-15 Mei 98, Talangsari, Tanjung Priok, dan tragedi 1965.
Setelah adanya pengakuan dari negara, peserta aksi Kamisan juga menuntut agar kasus-kasus itu segera diproses Kejaksaan Agung.
Sementara itu, kejaksaan mengatakan sudah meneliti enam perkara pelanggaran HAM masa lalu bersama Komnas HAM.
Berdasarkan koordinasi itu, menurut Kejaksaan, belum ada bukti yang kuat untuk membawa seluruh perkara itu ke pengadilan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.