Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekonsiliasi Kasus Trisakti-Semanggi Dinilai Tak Sesuai Asas Keadilan

Kompas.com - 02/02/2017, 23:55 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani menilai, upaya rekonsiliasi dalam menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) merupakan langkah yang keliru dan melawan asas keadilan publik.

Ismail mengatakan, jika merujuk pada Undang-Undang No 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, mekanisme non-yudisial hanya dibenarkan jika secara teknis hukum, sulit diperoleh bukti-bukti yang dapat dijadikan dasar penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan di Pengadilan HAM.

"Sementara untuk kasus TSS, selain bukti-bukti telah dihimpun oleh Komnas HAM sendiri. Saksi-saksi peristiwa juga masih sangat mungkin dimintai keterangan karena masih hidup dan bahkan banyak yang menjadi pajabat negara. Karena itu pilihan non yudisial adalah langkah keliru dan melawan keadilan publik," ujar Ismail melalui keterangan tertulis, Kamis (2/2/2017).

Selain itu, menurut Ismail, ada bias politik atas pilihan rekonsiliasi dalam menyelesaikan kasus TSS dan menjadi keputusan yang pragmatis.

(Baca: Tragedi Trisakti-Semanggi, Menkumham Sebut Rekonsiliasi Cara Terbaik)

Ismail mengatakan, pada saat kasus Trisakti dan Semanggi terjadi, Wiranto memegang komando tertinggi atas TNI dan Polri.

Seharusnya, Wiranto dan beberapa pejabat TNI/Polri saat itu dimintai keterangan dan pertanggungjawaban.

Dengan demikian, secara moral dan politis, penyelesaian kasus TSS tidak bisa diselesaikan melalui rekonsiliasi.

"Mekanisme non-yudisial untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM Trisakti, Semanggi I dan II seperti disampaikan Menko Polhukam Wiranto dan Komnas HAM merupakan keputusan pragmatis dan bias politik," ujar dia.

Ismail juga meminta Presiden Joko Widodo mengambil sikap tegas, sebagaimana dijanjikan dalam Nawacita dan RPJMN 2015-2019.

Presiden Jokowi pernah berjanji bahwa penyelesaian pelanggaran HAM akan dilakukan setelah proses pengungkapan kebenaran terlebih dulu oleh suatu komite khusus.

(Baca: Pemerintah Putuskan Penyelesaian Kasus Trisakti dan Semanggi Melalui Jalur Rekonsiliasi)

Komisi tersebut yang akan menentukan pilihan jalur yudisial atau non yudisial untuk menyelesaikan warisan pelanggaran HAM masa lalu.

"Presiden Jokowi jangan lengah dengan manuver sejumlah pihak yang menghendaki penyelesaian pelanggaran HAM bertolak belakang dengan janjinya. Oleh sebab itu Presiden Jokowi harus merealisasikan komitmennya dengan membentuk Komisi Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran dan Keadilan," kata Ismail.

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membenarkan rencana pemerintah terkait penyelesaian kasus pelanggaran berat HAM Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS) melalui jalur non-yudisial atau rekonsiliasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Sandiaga Usul PPP Gabung Koalisi Prabowo-Gibran, Mardiono: Keputusan Strategis lewat Mukernas

Nasional
Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Rakernas PDI-P Akan Rumuskan Sikap Politik Usai Pilpres, Koalisi atau Oposisi di Tangan Megawati

Nasional
Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Bareskrim Periksa Eks Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Terkait Kasus Dokumen RUPSLB BSB

Nasional
Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Lempar Sinyal Siap Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Kita Ingin Berbuat Lebih untuk Bangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com