Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rekonsiliasi dan Janji Politik Jokowi yang Diingkari...

Kompas.com - 06/02/2017, 07:27 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Maria Katarina Sumarsih terkejut mendengar rencana pemerintah yang akan menempuh jalur rekonsiliasi untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II.

Rencana itu tak sesuai harapan Sumarsih dan keluarga korban lainnya.

Sumarsih adalah ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta, yang menjadi salah satu korban penembakan aparat saat demonstrasi mahasiswa pada 13 November 1998.

Peristiwa itu kemudian dikenal dengan Tragedi Semanggi I.

Sejak peristiwa berdarah tersebut, tak kenal menyerah, Sumarsih memperjuangkan pengungkapan dan penuntasan kasus kematian anaknya agar diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc.

Runtuhnya rezim Orde Baru dan empat kali ganti kursi kepresidenan ternyata belum memberikan keadilan bagi Sumarsih.

Ratusan kali melakukan Aksi Kamisan di depan Istana Presiden, belum mampu mendorong pemerintah mengungkap siapa pelaku lapangan dan auktor intelektualis penembakan mahasiwa saat itu.

(Baca: Soal Upaya Rekonsiliasi, Jaksa Agung "Lempar Bola" ke Wiranto)

Keluarga korban sempat mendapatkan secercah harapan saat Joko Widodo mencalonkan diri sebagai Presiden RI.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran berat HAM masa lalu dalam janji kampanyenya pada 2014 lalu.

Janji tersebut bahkan masuk dalam visi, misi, dan program aksi Nawacita.

Secara khusus, Nawacita menyebutkan bahwa Jokowi-JK berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia.

Ada tujuh kasus pelanggaran HAM masa lalu yang akan diselesaikan yakni Kerusuhan Mei 1998, Trisakti, Semanggi I dan II, Penghilangan Paksa aktivis demokrasi 1997-1998, kasus Talang Sari, Tanjung Priok dan Tragedi 1965.

Selain itu, Jokowi-JK juga berkomitmen untuk menghapus impunitas dalam sistem hukum nasional termasuk merevisi UU pengadilan militer yang menjadi salah satu penyebab pelanggaran HAM.

"Jadi memang tidak ada kata rekonsiliasi di situ. Justru adanya komitmen menghapus impunitas itu yang membuat kami, keluarga korban, mendukung Pak Jokowi saat kampenye Pilpres," ujar Sumarsih saat dihubungi, Sabtu (4/2/2017).

Jalur non-yudisial

Memasuki tahun ketiga masa kepemimpinannya, pemerintahan Joko Widodo menyatakan akan menyelesaikan kasus HAM masa lalu melalui pendekatan non-yudisial atau rekonsiliasi.

Artinya, kasus pelanggaran HAM tidak diselesaikan melalui pengadilan HAM ad hoc.

(Baca: Polemik Rencana Rekonsiliasi Kasus Trisakti-Semanggi)

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membenarkan adanya rencana tersebut.

Menurut Yasonna, upaya rekonsiliasi telah ditetapkan melalui beberapa kali rapat dan diputuskan bahwa jalur non-yudisial merupakan solusi terbaik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, termasuk kasus TSS.

"Rencana itu sudah beberapa kali dibicarakan jadi daripada kita harus pro yustisia ya dicarilah jalan yang lebih baik, sebaiknya kita selesaikan dengan cara non yudisial," ujar Yasonna saat ditemui di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta Pusat, Kamis (2/2/2017).

Yasonna mengatakan, keputusan tersebut salah satunya berangkat dari alasan Kejaksaan Agung yang kesulitan dalam mencari alat bukti dalam proses penyidikan.

Hal ini menyebabkan mustahil jika ingin menyelesaikan kasus TSS  melalui pengadilan HAM ad hoc.

Selain itu, kata Yasonna, untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc dibutuhkan persetujuan dari DPR.

"Kejaksaan mengatakan sulit sekali mendapat bukti-bukti, karena itu sulit sekali untuk dibawa ke pengadilan," ujar Yasonna.

Halaman:


Terkini Lainnya

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

BNPB Tambah 2 Helikopter untuk Distribusi Logistik dan Evakuasi Korban Longsor di Sulsel

Nasional
Luhut Ingatkan soal Orang 'Toxic', Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Luhut Ingatkan soal Orang "Toxic", Ketua Prabowo Mania: Bisa Saja yang Baru Masuk dan Merasa Paling Berjasa

Nasional
Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Mahfud Kembali ke Kampus Seusai Pilpres, Ingin Luruskan Praktik Hukum yang Rusak

Nasional
[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

[POPULER NASIONAL] Eks Anak Buah SYL Beri Uang Tip untuk Paspampres | Ayah Gus Muhdlor Disebut dalam Sidang Korupsi

Nasional
Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Ganjar: Saya Anggota Partai, Tak Akan Berhenti Berpolitik

Nasional
Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com