Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Kembali Tetapkan Korporasi sebagai Tersangka

Kompas.com - 18/05/2018, 15:38 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan PT Tradha sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memaparkan, temuan ini merupakan hasil pengembangan penyidikan dari kasus Bupati Kebumen Mohammad Yahya Fuad dalam dugaan penerimaan suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2016.

"Dugaan penerimaan suap, gratifikasi dan benturan kepentingan dalam pengadaan tersebut diduga sebagai tindak pidana asal dalam penyidikan ini, dalam penyidikan dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tersangka PT Tradha," papar Laode dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/5/2018).

Baca juga: KPK Jerat Korporasi Diduga Terlibat Pencucian Uang Fee Proyek Kepala Daerah

Laode menuturkan, KPK menemukan fakta-fakta dugaan Fuad sebagai pengendali PT Tradha, baik secara langsung maupun tidak Iangsung.

Fuad diduga dengan sengaja turut serta dalam pengadaan proyek di Pemerintahan Kabupaten Kebumen.

PT Tradha meminjam identitas 5 perusahaan lain untuk menyembunyikan atau menyamarkan identitas.

"Sehingga, seolah-olah bukan PT Tradha yang mengikuti lelang. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan menghindari dugaan tindak pidana korupsi berupa benturan kepentingan dalam pengadaan," kata Laode.

Baca juga: Ini Tantangan Penyidik dalam Mengungkap Kasus Tindak Pidana Korporasi

Adapun sejumlah dugaan pencucian uang yang dilakukan terjadi pada tahun 2016-2017. PT Tradha diduga menggunakan identitas 5 perusahaan lain untuk memenangkan 8 proyek di Kabupaten Kebumen dengan nilai total proyek Rp 51 miliar.

"Selain itu, PT Tradha juga diduga menerima uang dari para kontraktor yang merupakan fee proyek di lingkungan Pemkab Kebumen setidaknya senilai sekitar Rp 3 millar seolah-olah sebagai utang," kata dia.

Laode menjelaskan, KPK menduga uang yang diperoleh dari proyek-proyek itu bercampur dengan sumber lainnya dalam catatan keuangan PT Tradha. Uang tersebut diduga menjadi keuntungan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi Fuad.

"Baik pengeluaran rutin seperti gaji, cicilan mobil maupun keperluan pribadi lainnya. Penyidik akan terus menelusuri jlka ada lnformasi dugaan penerimaan atau pengelolaan uang hasil korupsi lainnya," kata dia.

Baca juga: Kasus Bupati Kebumen, KPK Telusuri Dugaan Keterlibatan Korporasi

Menurut Laode, PT Tradha disangkakan melanggar pasal 4 dan atau pasaI 5 Undang Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tlndak Pidana Pencucian Uang.

"Dalam penyidikan ini, KPK juga mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi. Untuk menilai kesalahan korporasi, KPK menimbang ketentuan di Pasal 4 avat (2) Perma 13/2016," katanya.

enurut dia, sejak proses penyidikan dilakukan pada tanggal 6 April 2018 hingga saat ini, PT Tradha telah mengembalikan uang melalui proses penitipan uang dalam rekening penampungan KPK, senilai Rp 6,7 miliar. Uang tersebut diduga bagian dari keuntungan yang diperoleh perusahaan.

 

Bukan yang Pertama

Penetapan korporasi sebagai tersangka bukanlah hal baru. Sebelumnya, KPK pernah menetapkan beberapa korporasi sebagai pelaku kejahatan korupsi.

Baca juga: Putusan Hakim terhadap PT DGI Dinilai Sejarah Baru Menghukum Korporasi

Korporasi pertama yang ditetapkan sebagai tersangka adalah PT Duta Graha Indah atau yang berganti nama menjadi PT Nusa Konstruksi Engineering, tahun 2017.

Perusahaan tersebut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi dalam proyek pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Khusus Penyakit Infeksi dan Pariwisata Universitas Udayana Tahun Anggaran 2009-2010.

PT DGI atau PT Nusa Konstruksi Engineering disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Baca juga: PT Duta Graha Indah, Korporasi Pertama yang Dijadikan Tersangka KPK

Korporasi kedua yang ditetapkan sebagai tersangka di KPK adalah PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati, April 2018. 

Keduanya diduga terlibat korupsi pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.

PT Nindya Karya maupun PT Tuah Sejati dikenakan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Kompas TV Selain vonis 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, Setya Novanto juga diwajibkan mengembalikan uang negara senilai 7,3 juta dollar AS.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com