JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapan, aturan baru terkait keterbukaan pemilik manfaat korporasi atau beneficial ownership (BO) akan segara disosialisasikan kepada perusahaan.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin berharap, aturan yang termuat di dalam Perpres Nomor 13 Tahun 2018 yang diteken Presiden belum lama ini bisa membuat korporasi lebih transparan.
"Jadi itu baik karena mempraktekkan transparansi, iya kan. Kalau istilah PPATK, 'kalau bersih kenapa risih?'," ujarnya di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (9/3/2018).
(Baca juga: KPK dan PPATK Dorong Perpres tentang Beneficial Owner)
Menurut Kiagus, tujuan Perpres tersebut dikeluarkan dalam rangka pencegahan serta pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana terorisme.
Penerapan prinsip BO dianggap penting dilakukan di Indonesia lantaran korporasi kerap dijadikan sarana oleh pelaku tindak pidana pencucian uang atau bahkan terorisme.
Tindak pidana pencucian uang sendiri tak hanya berkaitan dengan terorisme, namun juga kerap berkaitan dengan tindak pidana korupsi bahkan narkotika.
Bahkan kata Kiagus, tindak pidana pencucian uang juga kerap berkaitan dengan penggelapan pajak. Oleh karena itu, diharapkan aturan baru ini bisa menjadi senjata pemerintah untuk membongkar tindak pidana pencucian uang.
(Baca juga: PPATK Akan Awasi Semua Transaksi Mencurigakan di Pemilu)
"Jadi sebetulnya kami tidak melarang (pencantuman nama). Silakan saja orang menamakan punya dia, cuma di-declare dan diberitahu kepada instansi terkait," kata Kiagus.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto, ucap dia, sudah memberikan arahan agar Perpres ini benar-benar dilaksanakan.
Selain itu ia juga mengatakan perlu adanya bimbingan kepada para pengusaha untuk meyakinkan mereka bahwa prinsip dan tujuan aturan ini baik untuk meningkatkan transparansi, terutama untuk menghindari tindak pidana pencucian uang.