Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PPP Nilai Empat Hal Ini Layak Dimasukkan dalam Revisi UU Ormas

Kompas.com - 20/11/2017, 16:43 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani mengatakan, setidaknya ada empat hal yang layak dimasukkan dalam revisi Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat.

Hal tersebut disampaikan Arsul dalam diskusi yang mengangkat tema "Urgensi Revisi UU Ormas" di kantor Imparsial, di kawasan Tebet Dalam, Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017).

Pertama, menurut Arsul, yakni mengenai prosedur pembubaran ormas yang tanpa melalui proses pengadilan. Aturan baru ini memang menuai kontroversi sebelum UU Ormas itu disahkan dan masih berbentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017.

"Prosedur pembubaran yang tanpa melalui pengadilan ini menurut saya enggak bisa dipertahankan sama sekali," kata Arsul.

(Baca juga: Demokrat Berikan Naskah Akademik Revisi UU Ormas, Kemendagri Apresiasi)

PPP punya dua alternatif mengenai hal ini. Pertama, tetap melibatkan pengadilan dalam proses pembubaran ormas. Sedangkan alternatif kedua yang khusus untuk yang alasan anti-Pancasila dan NKRI, melalui prosedur khusus yang juga melalui pengadilan.

Prosedur khusus itu bisa berupa memperpendek jangka waktu pengadilannya kemudian mengenai tingkat pengadilannya.

"Sebab, konsentrasi pemerintah kalau kita kembali ke Undang-Undang Ormas yang lama itu bertele-tele. Itu pikiran PPP diperpendek. Bisa diperpendek waktu, bisa khusus kasus itu langsung saja di MA (Mahkamah Agung), putusan pertama dan terakhir bisa seperti itu," ujar Arsul.

Kedua, PPP menginginkan harus ada pembinaan nyata terhadap ormas yang menyimpang dari ideologi bangsa.

"Jadi pemerintah itu tidak represif langsung membubarkan (ormas), sementara proses pembinaan yang konkret belum kelihatan. Itu juga harus diatur sebagai materi," ujar Arsul.

Diskusi yang mengangkat tema Urgensi Revisi UU Ormas di kantor Imparsial, di kawasan Tebet Dalam, Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017).Kompas.com/Robertus Belarminus Diskusi yang mengangkat tema Urgensi Revisi UU Ormas di kantor Imparsial, di kawasan Tebet Dalam, Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017).
Ketiga, mengenai ketentuan pidananya. Kalaupun ada ketentuan pidana, menurut dia, harus mengikuti apa yang sudah dibahas di Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Contohnya, dalam RKUHP tidak lagi memakai penodaan dan penistaan agama, tetapi sudah dimasukan ke klaster penghinaan. Ancaman hukuman atas penghinaan agama di sini dinilai lebih rendah dibandingkan dengan ancaman pindana dalam UU Ormas.

"Ancaman hukumannya enggak terlalu seram, tapi tetap ada. Kalau Perppu Ormas (UU Ormas) kan seumur hidup, ini (di RKUHP hanya) dua tahun kalau enggak salah," ujar Arsul.

Kemudian, PPP tidak ingin penyimpangan yang dilakukan pimpinan ormas, tetapi sanksinya juga sampai kepada anggota ormasnya.

"Ini yang bikin ramai, ulah pimpinannya, masa anggotanya juga terancam hukum gara-gara dia ikut demo yang dia enggak melanggar hukum. Ya harus pimpinannya saja," kata dia.

(Baca juga: Pemerintah Setuju Revisi UU Ormas, asal Bukan terkait Ideologi)

Keempat, dalam menyatakan suatu ormas itu anti-Pancasila dan NKRI, tidak boleh hanya pihak pemerintah sendiri. Harus ada keterlibatan pihak lainnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi May Day, Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

Nasional
'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

"Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

Nasional
Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

Nasional
Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

Nasional
Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com