JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zaenur Rohman menilai, kasus dugaan korupsi dan pemerasan yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) membuktikan lemahnya pengawasan di kementerian/lembaga.
Pasalnya, SYL memeras para anak buahnya hingga miliaran rupiah untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
“Di sini problem pengawasannya tumpul, juga tidak ada wishtle blowing system (sistem pelaporan pelanggaran) yang berjalan di internal Kementerian Pertanian sampai terakumulasi sedemikian lama dan banyak, baru kemudian meletus menjadi kasus,” kata Zaenur dalam progam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Selasa (30/4/2024).
Berkaca dari kasus SYL, menurut Zaenur, perlu dilakukan evaluasi mengenai pengawasan di internal kementerian/lembaga. Bukan hanya di Kementan, Zaenur khawatir, hal serupa juga terjadi di kementerian/lembaga lainnya atau pemerintah daerah.
Baca juga: Terungkap, Uang Kementan Dipakai untuk Biayai Pembelian Kacamata, Mobil, dan Sunatan Cucu SYL
Zaenur juga berpandangan, perlu adanya evaluasi mengenai pendapatan yang diterima para menteri. Ada menteri yang pernah mengeluhkan gaji mereka rendah di kisaran Rp 20 juta per bulan.
Namun, sedianya, setiap bulan para pembantu presiden menerima dana operasional menteri (DOM) bernilai ratusan juta rupiah. Jika diakumulasikan, dana operasional menteri bisa mencapai miliaran rupiah setiap tahunnya.
“Jadi memang ini perlu dilakukan review tentang kesejahteraan bagi menteri,” ujar Zaenur.
Perihal DOM tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 268/PMK.05/2014 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Dana Operasional Menteri/Pimpinan Lembaga.
Dana operasional itu disebut dapat digunakan secara leluasa oleh menteri sesuai dengan diskresinya, lantaran bersifat sangat fleksibel tanpa perlu pertanggungjawaban yang rigid.
Dengan adanya dana operasional ini, Zaenur menilai, keterlaluan jika SYL memeras anak buah untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Apalagi, pemerasan itu dilakukan secara terang-terangan.
“Biasanya dalam kasus korupsi ketika transaksi menggunakan idiom-idiom untuk menghindari aparat penegak hukum. Tetapi dalam kasus ini sepertinya tidak ada tedeng aling-aling, semuanya disampaikan dengan sangat vulgar,” kata Zaenur.
“Dari atas meminta kepada bawahan, bawahan meminta kepada bawahan lagi, dan kemudian bawahan itu meminta kepada vendor untuk disediakan sejumlah dana, ditukar dengan paket-paket pekerjaan, mungkin barang atau jasa di Kementerian Pertanian,” lanjutnya.
Zanur pun menilai, kasus korupsi dan pemerasan yang melibatkan SYL sangat banal.
“Menurut saya, sangat tidak patut dicampurkan dengan kepentingan kedinasan. Misalnya, skincare untuk anak dan untuk cucu, beli emas untuk kondangan, atau untuk mencicil kartu kredit. Ini menunjukkan perilaku korupsi yang sangat banal,” tuturnya.
Baca juga: Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: Skincare Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri
Sebelumnya diberitakan, mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) diduga menggunakan uang Kementan untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Uang Kementan tersebut juga disinyalir mengalir ke istri, anak, hingga cucu SYL.
Hal itu diungkap oleh sejumlah saksi yang hadir dalam sidang kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat politikus Partai Nasdem tersebut.
Kepentingan pribadi yang dimaksud, misalnya, untuk membayar pembelian mobil anak SYL, pembelian kacamata SYL dan istri, pembiayaan operasional rumah dinas, sunatan cucu, hingga ulang tahun cucu.
SYL juga disebut pernah meminta Kementan untuk membayar tagihan kartu kredit, uang bulanan istri, membayar cicilan mobil, skincare anak dan cucu, emas hadiah kondangan, pemeliharaan aparatemen, hingga biaya dokter kecantikan anak SYL.
Adapun dalam perkara ini, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga SYL menerima uang sebesar Rp 44,5 miliar hasil memeras anak buah dan direktorat di Kementan untuk kepentingan pribadi dan keluarga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.