Tidak masuk akal
Dengan tegasnya perintah konstitusi, ditambah sejarah suram Pemilu 1999, lalu apa alasan sejumlah anggota Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR tetap ingin memasukkan unsur partai politik ke KPU?
"Setiap perwakilan partai akan saling mengawasi sehingga potensi kecurangan di pemilu dapat dikurangi. Ini menambah efektif penyelenggaraan pemilu," ujar anggota Pansus RUU dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman.
Sebuah alasan yang tidak masuk akal. Sejarah suram KPU saat Pemilu 1999 menunjukkan sebaliknya. Lagi pula, bukan berarti apa yang baik diterapkan di luar negeri juga bisa baik ketika diimplementasikan di Tanah Air.
"Di Jerman, ketua penyelenggara pemilu memang disarankan mengangkat 8 dari 10 anggotanya dari orang yang diusulkan partai. Namun, ketika mereka masuk, bisa bekerja profesional. Mereka menanggalkan kepentingan partai dan bekerja untuk kepentingan negara," ujar Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Pipit Rochijat Kartawidjaja yang lama tinggal dan meneliti pemilu di Jerman.
(Baca: DPR Usulkan KPU Diisi Perwakilan Parpol, Ribuan Warga Teken Petisi)
Demikian pula di Meksiko. Menurut Guru Besar Perbandingan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti yang pernah meneliti pemilu di Meksiko, penyelenggara pemilu di Meksiko dapat bersikap profesional. Hal itu berbeda dengan yang akan terjadi di Indonesia jika utusan parpol masuk dalam jajaran penyelenggara pemilu.
Menurut Ramlan, komisioner KPU yang berasal dari parpol memang akan saling mengawasi, tetapi berdasarkan kepentingan masing-masing.
"Waktu 1999 itu muncul istilah 'hepi-hepi'. Artinya, asalkan partai 'hepi-hepi', aturan dilanggar saja. Padahal, aturan pemilu seharusnya disusun berdasarkan prinsip pemilu yang demokratis, bukan sekadar apakah komisioner KPU saling mengawasi dengan ketat," kata Ramlan yang pada 2001 menjabat ketua KPU.
(Baca: Hanura: Wacana Anggota KPU dari Parpol Layak Dipertimbangkan)
Sementara di Indonesia, Pipit dan Ramlan meragukan wakil dari partai yang masuk ke KPU akan bisa menjaga kemandirian KPU. Hal ini karena tingkat kedewasaan politik elite partai yang masih rendah.
Namun, jika elite partai sudah merasa dewasa berpolitik dan merasa mampu menjaga kemandirian KPU sehingga peristiwa pada Pemilu 1999 tak terulang, perintah konstitusi sudah terang benderang. Sangat tidak masuk akal jika DPR yang diamanahkan membentuk undang-undang justru melanggar konstitusi, aturan hukum tertinggi di negeri ini.
(Agnes Theodora/A Ponco Anggoro)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2017, di halaman 5 dengan judul "Lihatlah Konstitusi dan Sejarah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.