Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lihatlah Konstitusi dan Sejarah Saat KPU Disesaki Wakil Parpol

Kompas.com - 24/03/2017, 20:23 WIB

Tidak masuk akal

Dengan tegasnya perintah konstitusi, ditambah sejarah suram Pemilu 1999, lalu apa alasan sejumlah anggota Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu DPR tetap ingin memasukkan unsur partai politik ke KPU?

"Setiap perwakilan partai akan saling mengawasi sehingga potensi kecurangan di pemilu dapat dikurangi. Ini menambah efektif penyelenggaraan pemilu," ujar anggota Pansus RUU dari Fraksi Partai Golkar, Rambe Kamarul Zaman.

Sebuah alasan yang tidak masuk akal. Sejarah suram KPU saat Pemilu 1999 menunjukkan sebaliknya. Lagi pula, bukan berarti apa yang baik diterapkan di luar negeri juga bisa baik ketika diimplementasikan di Tanah Air.

"Di Jerman, ketua penyelenggara pemilu memang disarankan mengangkat 8 dari 10 anggotanya dari orang yang diusulkan partai. Namun, ketika mereka masuk, bisa bekerja profesional. Mereka menanggalkan kepentingan partai dan bekerja untuk kepentingan negara," ujar Peneliti Senior Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Pipit Rochijat Kartawidjaja yang lama tinggal dan meneliti pemilu di Jerman.

(Baca: DPR Usulkan KPU Diisi Perwakilan Parpol, Ribuan Warga Teken Petisi)

Demikian pula di Meksiko. Menurut Guru Besar Perbandingan Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti yang pernah meneliti pemilu di Meksiko, penyelenggara pemilu di Meksiko dapat bersikap profesional. Hal itu berbeda dengan yang akan terjadi di Indonesia jika utusan parpol masuk dalam jajaran penyelenggara pemilu.

Menurut Ramlan, komisioner KPU yang berasal dari parpol memang akan saling mengawasi, tetapi berdasarkan kepentingan masing-masing.

"Waktu 1999 itu muncul istilah 'hepi-hepi'. Artinya, asalkan partai 'hepi-hepi', aturan dilanggar saja. Padahal, aturan pemilu seharusnya disusun berdasarkan prinsip pemilu yang demokratis, bukan sekadar apakah komisioner KPU saling mengawasi dengan ketat," kata Ramlan yang pada 2001 menjabat ketua KPU.

(Baca: Hanura: Wacana Anggota KPU dari Parpol Layak Dipertimbangkan)

Sementara di Indonesia, Pipit dan Ramlan meragukan wakil dari partai yang masuk ke KPU akan bisa menjaga kemandirian KPU. Hal ini karena tingkat kedewasaan politik elite partai yang masih rendah.

Namun, jika elite partai sudah merasa dewasa berpolitik dan merasa mampu menjaga kemandirian KPU sehingga peristiwa pada Pemilu 1999 tak terulang, perintah konstitusi sudah terang benderang. Sangat tidak masuk akal jika DPR yang diamanahkan membentuk undang-undang justru melanggar konstitusi, aturan hukum tertinggi di negeri ini.

(Agnes Theodora/A Ponco Anggoro)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Maret 2017, di halaman 5 dengan judul "Lihatlah Konstitusi dan Sejarah".

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Hakim: Hinaan Rocky Gerung Bukan ke Pribadi Jokowi, tetapi kepada Kebijakan

Nasional
Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Belum Putuskan Maju Pilkada di Mana, Kaesang: Lihat Dinamika Politik

Nasional
Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Jokowi Bakal Diberi Posisi Terhormat, PDI-P: Untuk Urusan Begitu, Golkar Paling Sigap

Nasional
PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

PPP Jadi Partai yang Gugat Sengketa Pileg 2024 Terbanyak

Nasional
Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Wapres Doakan Timnas Indonesia Melaju ke Final Piala Asia U23

Nasional
Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Ada 297 Sengketa Pileg 2024, KPU Siapkan Pengacara dari 8 Firma Hukum

Nasional
Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Novel Baswedan dkk Laporkan Nurul Ghufron ke Dewas KPK, Dianggap Rintangi Pemeriksaan Etik

Nasional
Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Kumpulkan Seluruh Kader PDI-P Persiapan Pilkada, Megawati: Semangat Kita Tak Pernah Pudar

Nasional
Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Indonesia U-23 Kalahkan Korsel, Wapres: Kita Gembira Sekali

Nasional
Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

Nasional
Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Di Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional, Fahira Idris Sebut Indonesia Perlu Jadi Negara Tangguh Bencana

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com