Instrumen utama yang dapat digunakan presiden dalam hal ini adalah kejelasan agenda dan penugasan kepada setiap menteri, termasuk terutama yang berasal dari partai politik, untuk memastikan bahwa semua anggota kabinet menjalankan visi dan misi presiden.
Dengan instrumen ini presiden dapat lebih dini mendeteksi apabila ada agenda lain dari pembantunya, terutama yang bermuatan manuver politik partai.
Kalau ini dilakukan, kemungkinan kerja sama antarpartai menjalankan agenda politik di luar yang ditugaskan presiden kepada para menterinya dapat dikurangi. Namun, kalau hal ini tetap terjadi, ketegasan presidenlah yang harus dimainkan.
Koalisi besar sistem presidensial juga memasukkan dukungan publik sebagai salah satu elemen penting.
Dalam konteks Indonesia, dukungan publik dimungkinkan apabila kabinet sebagai pelaksana agenda-agenda pemerintahan tidak sekadar mencerminkan akomodasi politik untuk partai-partai.
Hal ini berpotensi untuk diperoleh Jokowi karena bukan saja komposisi kabinet hasil perombakan jilid II memberikan porsi yang relatif sama untuk menteri berlatar partai politik dan nonpartai politik, tetapi juga ada penekanan pada prioritas percepatan ekonomi dan pembangunan yang dianggap salah satu agenda terpenting oleh masyarakat.
Selain itu, survei opini publik, misalnya yang dirilis Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 24 Juli lalu menunjukkan tingkat kepuasan dan dukungan publik yang tinggi (67 persen) atas kinerja presiden.
Dengan dukungan publik yang tinggi, koalisi Jokowi dapat lebih fokus menjalankan agenda pemerintahan sehingga lebih mungkin berkinerja optimal.
Seperti suatu siklus, kinerja pemerintahan yang optimal pada gilirannya akan mendatangkan dukungan publik yang lebih luas lagi.
Yang juga tak kalah penting adalah peran oposisi. Koalisi Jokowi sekarang menyisakan tiga partai di luar pemerintahan. PKS sudah menyatakan dirinya sebagai oposisi loyal.
Artinya, sangat mungkin PKS juga mendukung agenda presiden ketika ada kesesuaian dengan agenda partai tersebut.
Demikian juga dengan Partai Demokrat yang menyatakan diri sebagai penyeimbang. Makna penyeimbang pada praktiknya tidaklah berbeda dengan makna oposisi loyal.
Dengan demikian, bahkan dengan kalangan di luar partai pendukung koalisi, presiden memiliki kemungkinan untuk memperoleh dukungan politik untuk agenda-agenda tertentu yang mungkin saja tidak mendapat dukungan dari anggota tertentu dari partai anggota koalisi.
Ringkasnya, lingkungan dan situasi politik saat ini sangat memungkinkan untuk koalisi Jokowi menjadi efektif.
Yang diperlukan dari presiden adalah kepemimpinan (leadership) dengan agenda dan prioritas pemerintahan yang jelas.
Tiga tahun masa kepresidenan Jokowi ke depan akan membuktikan apakah hal ini akan terjadi atau tidak.
Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif SMRC; Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.