"Tidak benar surat presiden sudah dikirim (ke DPR)," ujar Johan di Jakarta, Jumat (19/2/2016) siang.
Menurut dia, hingga saat ini Presiden Jokowi belum menerima usulan draf revisi UU KPK. Draf revisi UU KPK itu masih berada di DPR.
Para wakil rakyat tersebut pun belum mengadakan sidang paripurna. Sidang baru akan digelar pada Selasa (23/2/2016) yang akan datang.
(Baca: Fadli Zon: Seolah DPR "Ngotot" Revisi UU KPK, Terus Presiden Jadi Pahlawan)
"Lah pembahasan di tingkat paripurna DPR saja kemarin Kamis dibatalkan dan diundur pekan depan. Karena itu belum ada (surpres)," ujar Johan.
Partai Gerindra menjadi salah satu partai yang menolak rencana revisi UU itu. Belakangan, dua fraksi lain mengikuti langkah Gerindra, yaitu Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Sementara itu, Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi Hanura tetap menginginkan adanya revisi terhadap UU KPK.
(Baca: Aktivis: Jokowi Perlu Panggil Akademisi, Jangan Hanya Dengar Luhut, Yasonna, dan JK)
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebuah rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui surpres.
Isi surpres itu adalah menunjuk menteri yang akan ikut dalam pembahasan rancangan undang-undang terkait bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.
(Baca: Dicurigai Ada "Barter" RUU "Tax Amnesty" dengan Revisi UU KPK)
Kalangan akademisi yang menolak adanya revisi UU KPK menganggap Presiden Jokowi bisa saja tidak mengeluarkan surpres itu sehingga revisi tidak akan dilanjutkan.
Mereka menganggap draf revisi UU KPK terbaru yang mencantumkan dewan pengawas hingga izin penyadapan akan melemahkan lembaga itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.