Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Substansi Revisi UU 30 Tahun 2002 Berbeda dengan Usulan KPK

Kompas.com - 02/02/2016, 11:18 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi pernah disurati Presiden Joko Widodo mengenai revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Saat itu, Jokowi meminta usulan dari KPK mengenai poin-poin yang patut direvisi dan tidak.

Mantan pimpinan sementara KPK Indriyanti Seno Adji mengatakan, KPK telah mengirimkan empat poin penting yang tidak bisa diganggu gugat.

Pertama, mengenai surat perintah penghentian penyidikan (SP3) hanya boleh dikeluarkan secara kondisional. (baca: Revisi UU KPK untuk Siapa?)

"Misalnya dalam tahap penyidikan atau penuntutan ternyata tersangka atau terdakwa meninggal dunia atau permanent brain damage yang sudah dinyatakan unfit to stand trial," ujar Indriyanto, Selasa (2/2/2016).

Sementara itu, dalam draf revisi UU KPK yang dibahas Badan Legislasi DPR, tertera di Pasal 40 bahwa KPK berwenang mengeluarkan SP3 dalam perkara Tipikor. Syarat yang diajukan KPK tidak dicantumkan.

KPK, kata Indriyanto, juga mengajukan agar Dewan pengawas yang dibentuk nantinya tidak mengintervensi tugas pokok dan fungsi pimpinan KPK. (baca: "Jangan Sampai Revisi UU KPK untuk Amankan Penerima Aliran Dana Damayanti")

Dalam draf revisi, Dewan Pengawas diatur dalam Pasal 37A. Tugasnya antara lain mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang pimpinan KPK dan mengevaluasi kinerja pimpinan KPK sekali dalam setahun.

Poin lainnya, yaitu soal kewenangan penyadapan. Indriyanto mengatakan, KPK tidak ingin kewenangan penyadapan dipangkas. (baca: "Nasib UU KPK Ada di Tangan Presiden")

"Penyadapan tidak ada pembatasan, hanya mekanisme dituangkan secara regulatif saja dan sama sekali tidak perlu persetujuan Dewan Pengawas," kata Indriyanto.

Sementara dalam Pasal 12 A ayat 2 di dalam draf revisi, disebutkan bahwa pimpinan KPK harus meminta ijin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan.

Terakhir, KPK meminta agar KPK tetap berwenang mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri, tanpa harus dari Polri dan Kejaksaan Agung.

Namun, berdasarkan Pasal 43 dan 45 di dalam draf revisi, penyelidik dan penyidik KPK harus berasal dari Polri dan Kejaksaan yang diperbantukan menjadi pegawai KPK.

Indriyanto mengatakan, jika masukan dari KPK diakomodasi DPR, maka revisi tersebut akan menguatkan KPK.

Meski begitu, Indriyanto mengaku belum mempelajari lebih jauh poin-poin yang dibahas DPR.

"Ini yang harus dicermati publik untuk perjalanan pembahasan di DPR yang sering meluas tanpa arah dan konsep awal," kata Indriyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com