Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Reformasi Perizinan Kehutanan

Kompas.com - 16/10/2015, 15:00 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

Implikasinya adalah izin sebagai instrumen pengendalian tidak bisa bekerja maksimal karena tidak dilengkapi dengan satu peta wilayah usaha kehutanan yang aman secara lingkungan dan tidak bermasalah secara sosial. Aman secara lingkungan karena telah berdasarkan kajian daya dukung dan daya tampung serta aman secara sosial karena wilayah yang diusulkan tidak tumpang tindih dengan wilayah kelola masyarakat. Pada praktiknya, pemerintah sering kali menyerahkan penanganan masalah tenurial ini kepada pemegang izin. Hasil kajian indeks tata kelola hutan (UNDP Indonesia, 2013 dan 2015) menunjukkan pelaku usaha memiliki kapasitas yang sangat terbatas untuk menanganinya.

Dalam konteks kepastian kawasan hutan, memiliki peta wilayah usaha kehutanan saja tak cukup. Pemerintah perlu menyusun peta wilayah izin usaha kehutanan. Peta wilayah izin usaha kehutanan adalah wilayah yang siap untuk diajukan izin pemanfaatannya karena sudah memiliki kejelasan tata batas, clean and clear dari konflik tenurial, ada Kesatuan Pemangku Hutan yang operasional dan seluruh urusan perizinan baik di tingkat daerah maupun pusat telah dibereskan termasuk izin lingkungan.

Ada beberapa manfaat utama tersedianya peta wilayah izin usaha kehutanan. Seperti ditengarai oleh kajian KPK (2014) dan UNDP Indonesia (2015), setiap tahapan proses perizinan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Untuk dapat rekomendasi bupati atau gubernur, pemohon harus merogoh kocek Rp 50.000-Rp 100.000 per hektar. Adanya dokumen izin lingkungan hidup abal-abal juga bisa dieliminasi karena penyusun kajian lingkungan bukanlah pelaku usaha, melainkan pemerintah. Selain itu lokasi dipastikan bebas konflik. Ini membuat indeks kemudahan berusaha sektor kehutanan pasti meningkat, pelaku usaha langsung bisa beroperasi, dan jaminan berusaha tersedia.

Aspek kedua adalah derajat keadilan atas pengelolaan sumber daya hutan. Kemudahan tak hanya diberikan kepada pelaku usaha yang membawa modal besar, tetapi juga kelompok masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Apabila kesenjangan pemanfaatan kawasan hutan semakin besar, ini dapat menimbulkan masalah-masalah sosial lebih akut di kemudian hari. Berdasarkan rincian kawasan hutan yang telah dibebani izin, pelaku usaha mengantongi izin seluas 31,217 juta hektar, sementara masyarakat hanya mengantongi seluas 649.000 hektar. Dengan kata lain, 98 persen kawasan hutan dimanfaatkan oleh pelaku usaha, sementara masyarakat hanya memanfaatkan sebanyak 2 persen (Awang 2015 dan UNDP Indonesia 2015).

Betul bahwa pemerintahan Jokowi ingin menggenjot tambahan 12,7 juta hektar hutan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sampai akhir 2019, tetapi tanpa dukungan kelembagaan dan anggaran yang memadai, target tersebut akan sulit tercapai (Wiratno, Royana, dan Situmorang, 2015). Dukungan kelembagaan ini adalah keterpaduan dengan kementerian yang relevan, seperti Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi; Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, serta pemerintah daerah melalui Kesatuan Pemangku Hutan. Dukungan sumber daya berupa alokasi anggaran juga diperlukan untuk membantu membangun kelembagaan masyarakat, modal mengelola kawasan hutan yang telah diberi izin, dan membantu memfasilitasi masyarakat untuk mendapatkan akses pasar terhadap produk yang dihasilkannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

Nasional
Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Menhub Usul Kereta Cepat Jakarta-Surabaya Masuk PSN

Nasional
SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

SYL Diduga Minta Uang ke Para Pegawai Kementan untuk Bayar THR Sopir hingga ART

Nasional
Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Delegasi DPR RI Kunjungi Swedia Terkait Program Makan Siang Gratis

Nasional
Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Hari Ke-11 Penerbangan Haji Indonesia, 7.2481 Jemaah Tiba di Madinah, 8 Wafat

Nasional
Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Ketua KPU Protes Aduan Asusila Jadi Konsumsi Publik, Ungkit Konsekuensi Hukum

Nasional
Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Sindir Bobby, PDI-P: Ada yang Gabung Partai karena Idealisme, Ada karena Kepentingan Praktis Kekuasaan

Nasional
Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik 'Cicak Vs Buaya Jilid 2'

Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi, Kilas Balik "Cicak Vs Buaya Jilid 2"

Nasional
JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

JK Singgung IKN, Proyek Tiba-tiba yang Tak Ada di Janji Kampanye Jokowi

Nasional
Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Soal Peluang Ahok Maju Pilkada DKI atau Sumut, Sekjen PDI-P: Belum Dibahas, tetapi Kepemimpinannya Diakui

Nasional
Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Dukung Jokowi Gabung Parpol, Projo: Terlalu Muda untuk Pensiun ...

Nasional
PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

PT Telkom Sebut Dugaan Korupsi yang Diusut KPK Berawal dari Audit Internal Perusahaan

Nasional
Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Solusi Wapres Atasi Kuliah Mahal: Ditanggung Pemerintah, Mahasiswa dan Kampus

Nasional
Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Ketua KPU Bantah Dugaan Asusila dengan Anggota PPLN

Nasional
Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com