JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan pemberian sanksi biaya sosial kepada koruptor telah didengar Presiden Joko Widodo. Namun, Jokowi belum memutuskan setuju atau tidak atas usulan itu.
Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP mengatakan, usul itu sampai ke Presiden saat sejumlah pakar dan praktisi hukum di Indonesia bertamu ke Istana, beberapa waktu lalu.
"Kalau enggak salah, Profesor Maruarar Siahaan juga menyampaikan itu," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (29/9/2016).
Meski belum memutuskan apakah sanksi diterapkan atau tidak, usulan itu masuk ke pembahasan kebijakan besar reformasi bidang hukum.
Kebijakan besar tersebut kini tengah dikaji oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Sekretariat Presiden dan Kantor Staf Presiden.
"Jadi usulan-usulan itu termasuk sanksi (biaya) sosial masih akan digodok terlebih dahulu," ujar Johan.
Johan membenarkan bahwa Presiden Jokowi masih merasa hukuman terhadap koruptor di Indonesia masih belum mampu memberikan efek jera dan efek gentar bagi para pelakunya.
Lantas, apakah ketidakpuasan Presiden nantinya berujung pada penerapan biaya sosial?
Johan menjawab, "Presiden belum memutuskan".
Sebelumnya, KPK mendorong agar koruptor juga dikenai beban membayar biaya sosial.
Selain menumbuhkan efek jera dan gentar, gagasan penerapan hukuman biaya sosial korupsi ini juga diharapkan dapat memulihkan kerugian keuangan negara ataupun perekonomian akibat korupsi.
Gagasan itu menjadi antitesis dari hukuman rata-rata koruptor yang makin ringan, yaitu dari 2 tahun 11 bulan pada tahun 2013 menjadi 2 tahun 1 bulan pada tahun 2016.
Pada saat yang sama, sikap permisif terhadap bekas terpidana kasus korupsi juga makin kuat. Kondisi ini ditengarai menjadi penyebab korupsi masih banyak terjadi di Indonesia.
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Selasa (13/9), menuturkan, KPK pernah mengkaji penerapan upaya ”luar biasa” untuk menghukum koruptor dengan tidak hanya menghitung kerugian berwujud, begitu juga yang tak berwujud.