Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usulan Biaya Sosial untuk Koruptor Sampai ke Jokowi, Akankah Disetujui?

Kompas.com - 29/09/2016, 18:48 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan pemberian sanksi biaya sosial kepada koruptor telah didengar Presiden Joko Widodo. Namun, Jokowi belum memutuskan setuju atau tidak atas usulan itu.

Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP mengatakan, usul itu sampai ke Presiden saat sejumlah pakar dan praktisi hukum di Indonesia bertamu ke Istana, beberapa waktu lalu.

"Kalau enggak salah, Profesor Maruarar Siahaan juga menyampaikan itu," ujar Johan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (29/9/2016).

Meski belum memutuskan apakah sanksi diterapkan atau tidak, usulan itu masuk ke pembahasan kebijakan besar reformasi bidang hukum.

Kebijakan besar tersebut kini tengah dikaji oleh Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Sekretariat Presiden dan Kantor Staf Presiden.

"Jadi usulan-usulan itu termasuk sanksi (biaya) sosial masih akan digodok terlebih dahulu," ujar Johan.

Johan membenarkan bahwa Presiden Jokowi masih merasa hukuman terhadap koruptor di Indonesia masih belum mampu memberikan efek jera dan efek gentar bagi para pelakunya.

Lantas, apakah ketidakpuasan Presiden nantinya berujung pada penerapan biaya sosial?

Johan menjawab, "Presiden belum memutuskan".

Sebelumnya, KPK mendorong agar koruptor juga dikenai beban membayar biaya sosial.

Selain menumbuhkan efek jera dan gentar, gagasan penerapan hukuman biaya sosial korupsi ini juga diharapkan dapat memulihkan kerugian keuangan negara ataupun perekonomian akibat korupsi.

Gagasan itu menjadi antitesis dari hukuman rata-rata koruptor yang makin ringan, yaitu dari 2 tahun 11 bulan pada tahun 2013 menjadi 2 tahun 1 bulan pada tahun 2016.

Pada saat yang sama, sikap permisif terhadap bekas terpidana kasus korupsi juga makin kuat. Kondisi ini ditengarai menjadi penyebab korupsi masih banyak terjadi di Indonesia.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Selasa (13/9), menuturkan, KPK pernah mengkaji penerapan upaya ”luar biasa” untuk menghukum koruptor dengan tidak hanya menghitung kerugian berwujud, begitu juga yang tak berwujud.

(Baca: Bebani Koruptor dengan Biaya Sosial)

Dia mencontohkan, kerugian akibat jembatan yang roboh karena pembangunannya dikorupsi tidak hanya semata nilai uang yang dikorupsi, tetapi juga mencakup nilai pembangunan jembatan baru, termasuk kerugian ekonomi masyarakat karena jembatan itu tidak berfungsi.

"Kami optimistis akan mencoba (biaya sosial korupsi) pada periode kami sekarang ini," kata Laode yang masa jabatannya berlangsung hingga 2019.

(Baca juga: Biaya Sosial untuk Koruptor Perlu Difiksasi Melalui Revisi UU Tipikor)

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasona Laoly mempertanyakan dasar hukum wacana pembebanan biaya sosial bagi koruptor sebagaimana yang diwacanakan Laode.

"Yang penting harus ada dasar hukumnya. Kalau memang ada tujuan begitu, apa dasar hukumnya? Kan harus disiapkan," ujar Yasona di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta pada Jumat (16/7/2016).

Ia pun belum dapat menyetujui atau tidak menyetujui akan usulan itu jika belum ada dasar hukumnya.

(Baca: Menkumham Pertanyakan Dasar Hukum KPK Terapkan Biaya Sosial bagi Koruptor)

Kompas TV Palu Godam Hakim Artidjo - Satu Meja eps 157 bagian 2
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polisi dari 4 Negara Kerja Sama demi Tangkap Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Soal Peluang Duetkan Anies-Ahok, PDI-P: Masih Kami Cermati

Nasional
KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

KPK Kembali Panggil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Singgung Jemput Paksa

Nasional
Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Hamas Minta JK Turut Serta dalam Upaya Damai di Palestina

Nasional
KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

KPU Pertanyakan Klaim PPP Kehilangan 5.000 Suara di Sulsel

Nasional
KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD

Nasional
Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Kontak Senjata hingga Penyanderaan Pesawat, Rintangan Pemilu 2024 di Papua Tengah Terungkap di MK

Nasional
Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Jaksa KPK Sebut Dana Rp 850 Juta dari SYL ke Nasdem untuk Keperluan Bacaleg

Nasional
Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nostalgia Ikut Pilpres 2024, Mahfud: Kenangan Indah

Nasional
Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Gibran Beri Sinyal Kabinet Bakal Banyak Diisi Kalangan Profesional

Nasional
Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Menag Bertolak ke Saudi, Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Ide "Presidential Club" Prabowo: Disambut Hangat Jokowi dan SBY, Dipertanyakan oleh PDI-P

Nasional
Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Ganjar Pilih Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Hampir Dipastikan Berada di Luar Pemerintahan Prabowo

Nasional
Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Jemaah Haji Kedapatan Pakai Visa Non-Haji, Kemenag Sebut 10 Tahun Tak Boleh Masuk Arab Saudi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com