SEOLAH tiada hentinya praktik korupsi yang terjadi di Indonesia dan senantiasa menggerogoti sendi-sendi kehidupan bernegara.
Belum lama ini, Indonesia digemparkan kasus mega korupsi yang diperkirakan berakibat pada kerugian keuangan negara sebesar Rp 271 triliun.
Kasus mega korupsi tersebut bertajuk dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk untuk tahun 2015-2022.
Sederhananya, kasus tersebut mengenai kerja sama pengelolaan lahan PT Timah Tbk dengan pihak swasta yang dilakukan secara ilegal atau melawan hukum. Hasil pengelolaan tersebut pun dijual kembali kepada PT Timah Tbk sehingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Kejaksaan RI menjadi aktor penegak hukum di balik pengungkapan kasus tersebut dan setidaknya sudah 16 orang ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun beberapa nama tersangka yang menjadi sorotan ialah Harvey Moeis, suami dari aktris Sandra Dewi. Selain itu, crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim.
Besaran angka kerugian keuangan negara atas praktik korupsi PT Timah pun menimbulkan pertanyaan mengenai bagaimana penghitungan kerugian keuangan negara sehingga sampai pada nominal tersebut.
Berbicara mengenai kerugian keuangan negara perlu untuk mengetahui terlebih dahulu perihal apa saja yang dimaksud dan menjadi bagian keuangan negara.
Menurut UU 17/2003 tentang Keuangan Negara, mendefinisikan keuangan negara sebagai semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara.
Sedangkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam UU 1/2004 tentang Perbendaharan Negara adalah kekurangan uang surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum, baik sengaja maupun lalai.
Sehubungan dengan penghitungan kerugian atas korupsi Timah Rp 271 T dilakukan sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
Biaya kerugian tersebut meliputi dana untuk menghidupkan fungsi tata air, pengaturan tata air, pengendalian erosi dan limpasan, pembentukan tanah, pendaur ulang unsur hara, fungsi pengurai limbah, biodiversitas (keanekaragaman hayati), sumber daya genetik, dan pelepasan karbon.
Penghitungan nominal kerugian keuangan negara tersebut telah dilakukan oleh Ahli yang dihadirkan dari Penyidik, yaitu akademisi dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB, Bambang Hero Saharjo.
Menurutnya, kasus timah sepanjang 2015-2022 telah menyebabkan kerugian Rp 271 T. Jumlah itu terdiri dari kerugian lingkungan (ekologis) Rp 157 T, kerugian ekonomi lingkungan Rp 60 T, dan biaya pemulihan lingkungan Rp 5 T. Selain itu, ada pula kerugian di luar kawasan hutan sekitar Rp 47 T.
Kasus korupsi timah ini ternyata jadi jumlah paling besar kerugian yang ditanggung oleh negara. Sebelumnya sudah terdapat beberapa kasus mega korupsi dengan kerugian keuangan negara fantastis.