JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) diimbau mewaspadai potensi politik uang dan sejenisnya, pada jeda waktu antara debat terakhir pemilihan presiden (Pilpres) 2024 dan kampanye terakhir sampai pemungutan suara pada 14 Februari 2024.
Menurut Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, masyarakat perlu waspada supaya tak mudah terbujuk dengan rayuan pemberian apapun dengan imbalan memberikan suara kepada peserta tertentu dalam Pemilu dan Pilpres 2024.
"Oleh karena itu, kita harus melakukan pencegahan dua hal, satu mencegah terjadinya kecurangan sebelum hari pemungutan suara, dan kedua meyakinkan pemilih kita bahwa bilik suara itu rahasia dan surat suara itu juga rahasia," kata Titi dalam diskusi lembaga survei Indopol bertajuk 'Anomali Perilaku Pemilih Pemilu 2024 dan Perbedaan Hasil Lembaga Survei', di Tebat, Jakarta, seperti dikutip dari siaran streaming pada Kamis (25/1/2024).
Baca juga: Sebut Pembagian Bansos Bernuansa Politik, Erry Riyana: Terlalu Kentara Ada Maksudnya...
Debat terakhir Pilpres dilaksanakan pada 4 Februari 2024. Sedangkan akhir masa kampanye jatuh pada 10 Februari 2024. Terdapat waktu 6 hari sebelum masa tenang Pemilu dan Pilpres.
Titi berharap pada jeda waktu itu tidak terjadi manuver-manuver politik apapun yang ditujukan kepada rakyat buat kepentingan elektoral tertentu.
Selain itu, kata Titi, dia berharap tidak terjadi politisasi bantuan sosial (bansos) pada jeda waktu itu.
Baca juga: Sebut Pembagian Bansos Bernuansa Politik, Erry Riyana: Terlalu Kentara Ada Maksudnya...
Jika politisasi bansos itu terjadi maka menurut Titi bakal berdampak buruk bagi upaya membentuk praktik politik praktis yang beradab di Indonesia.
"Kebebasan warga negara untuk tidak terganggu dengan tekanan apapun, itu menjadi tidak terwujud," ujar Titi.
Titi juga berharap Bawaslu menggencarkan patroli buat mencegah politik uang maupun politisasi distribusi bansos.
Sebelumnya diberitakan, Indopol tidak merilis terkait tingkat elektabilitas calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan partai politik dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada 8-15 Januari 2024 melibatkan 1.240 responden sebagai pemilih yang tersebar di 38 provinsi.
Baca juga: Indopol Temukan Tingginya Pemilih Bimbang, Disebabkan Faktor Bansos hingga Intervensi Aparat
Keputusan Indopol tak merilis penelitian terhadap elektabilitas capres-cawapres dan partai politik lantaran terdapat penolakan dari warga terhadap penelitinya.
Penolakan ini diduga menyebabkan munculnya anomali undecided voters atau pemilih bimbang yang terbilang tinggi.
Hal ini seperti yang terjadi di beberapa wilayah di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten.
Di Jawa Timur, penolakan kehadiran peneliti Indopol terjadi di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi.
Indopol mengungkapkan, di empat wilayah tersebut, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) warga yang menjadi responden Indopol.
Selain penolakan, pihak RT juga menyatakan tidak menerima kehadiran lembaga survei dengan dalih penelitian berlangsung ketika waktu semakin mendekati hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
"Alasannya karena survei dilaksanakan ketika waktu sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas bantuan sosial," kata Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.