JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Erry Riyana Hardjapamekas, menilai bahwa pembagian bantuan sosial (bansos) yang kembali gencar dilakukan Presiden Joko Widodo dan jajaran menteri pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming tak lepas dari nuansa politik.
Apalagi, tak jarang Jokowi turun langsung untuk membagikan bansos tersebut kepada warga penerima bantuan, seperti yang baru-baru ini dilakukan Kepala Negara bersama Ibu Negara Iriana Jokowi di Jawa Tengah.
Ini dianggap tak lazim, terlebih dilakukan pada masa kampanye.
"Seperti biasanya kan dilakukan oleh paling tinggi bupati/walikota atau bahkan kepala desa, kepala RT RW malah di tempat saya. Tidak harus oleh presiden. Terlalu kentara menurut saya (bahwa) ada maksudnya," kata Erry kepada Kompas.com, Kamis (25/1/2024).
Baca juga: Indopol Temukan Tingginya Pemilih Bimbang, Disebabkan Faktor Bansos hingga Intervensi Aparat
Ia juga mengkritik indikasi bahwa pemberian bansos menjadi semacam sandera hingga alat pengancam warga penerima bantuan di tahun politik.
Lembaga Survei dan Konsultan Indopol, misalnya, tidak merilis terkait tingkat elektabilitas calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dan partai politik dalam penelitiannya yang dilaksanakan pada 8-15 Januari 2024 melibatkan 1.240 responden sebagai pemilih yang tersebar di 38 provinsi.
Keputusan Indopol tak merilis penelitian terhadap elektabilitas capres-cawapres dan partai politik lantaran terdapat penolakan dari warga terhadap penelitinya.
Penolakan ini diduga menyebabkan munculnya anomali undecided voters atau pemilih bimbang yang terbilang tinggi.
Hal ini seperti yang terjadi di beberapa wilayah di tiga provinsi, yakni Jawa Timur, Jawa Barat, dan Banten. Di Jawa Timur, penolakan kehadiran peneliti Indopol terjadi di Surabaya, Kota Malang, Kota Blitar, dan Kabupaten Banyuwangi.
Indopol mengungkapkan, di empat wilayah tersebut, pihak kelurahan menolak memberikan stempel di lembar kartu keluarga (KK) warga yang menjadi responden Indopol.
Selain penolakan, pihak RT juga menyatakan tidak menerima kehadiran lembaga survei dengan dalih penelitian berlangsung ketika waktu semakin mendekati hari pencoblosan pada 14 Februari 2024.
"Alasannya karena survei dilaksanakan ketika waktu sudah mendekati pemilu agar wilayahnya tidak terpetakan. Terpetakan apa? Ini kaitannya hampir seluruhnya mengatakan takut ada imbas bantuan sosial," kata Direktur Eksekutif Indopol Ratno Sulistiyanto.
Baca juga: Mahfud Tegaskan Bansos Diberikan oleh Negara, Bukan Milik Pejabat Tertentu
Erry yang merupakan mantan pendukung Jokowi itu menegaskan bahwa bansos sudah menjadi program yang normal yang harus dilakukan oleh pemerintah.
"Itu sudah menjadi hak masyarakat karena sudah masuk program yang sudah disetujui oleh DPR melalui Undang-undang Persetujuan APBN kan," kata dia.
Ia menyoroti pembagian bansos yang dianggap lebih cepat dari biasanya sebagai bentuk "alat kampanye" memanfaatkan fasilitas negara.
"Kita kan bukan orang yang tidak paham," kata Erry.
"Yang biasanya akhir Maret tiba-tiba dimajukan ke Januari. Itu kan terlalu kentara untuk kita abaikan begitu saja," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.