Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ahli Pertanyakan Gugatan Usia Minimum Cawapres Bisa Dibarter dengan Pengalaman Pernah Jadi Pejabat

Kompas.com - 29/08/2023, 18:01 WIB
Vitorio Mantalean,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, mempertanyakan gugatan agar syarat usia minimum calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) 40 tahun di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) bisa dibarter dengan pengalaman pernah menjabat sebagai penyelenggara negara.

Gugatan itu termuat dalam permohonan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Sekretaris Jenderal dan Ketua Umum Partai Garuda, Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabhana).

Kemudian, perkara nomor 55/PUU-XXI/2023 yang diajukan dua kader Gerindra, Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa).

Bivitri menyoroti soal definisi rekam jejak pernah "menjadi penyelenggara negara" yang membuat seseorang layak mencalonkan diri sebagai capres-cawapres harus dibedah dengan detail dan adil, semisal apakah harus pernah menjadi kepala daerah, berapa lama, dan sejenisnya.

Baca juga: Soal Kapan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Diputuskan, Ketua MK: Tergantung Banyaknya Ahli atau Saksi

"Kalau Mahkamah berhenti di situ, untuk konteks di mana bulan depan sudah ada pencalonan (presiden dam wakil presiden), maka yang terjadi adalah chaos," kata Bivitri yang dihadirkan selaku ahli dari Pihak Terkait Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dalam sidang lanjutan MK terkait perkara ini, Selasa (29/8/2023).

Pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) itu lantas menjelaskan bahwa pengaturan rinci ini adalah urusan pembuatan kebijakan, yakni pemerintah dan DPR. Sehingga, bukan urusan hukum atau konstitusi sebagaimana ranah MK.

"Perdebatannya bukan di ruangan ini tapi di Senayan sana. Keluarkan semua, kenapa kepala daerah di DKI Jakarta seringkali jadi batu loncatan yang dianggap strategis untuk jadi presiden, penelitiannya apa, apa aspek sosiologis, politisnya, tapi lagi-lagi tempatnya bukan di Mahkamah," ujar Bivitri.

Baca juga: Batas Usia Capres Digugat Lagi ke MK, Pemohon Minta Rentang 21-65 Tahun

Ia juga membantah dalil para pemohon yang menganggap sama persyaratan "pernah menjadi penyelenggara negara" untuk capres-cawapres dengan persyaratan "pernah menjadi penyelenggara negara" untuk menjadi pimpinan lembaga lain negara.

Bivitri menegaskan bahwa pada lembaga lain, pengisian jabatannya bukan melalui pemilu.

"Election dengan selection harus betul-betul dibedakan," katanya.

"Ini jadi inkonsisten, tapi kalau mau disama-samakan, berarti calon presiden harus pernah menduduki jabatan presiden. Itu sudah ada aturan mainnya, dua kali dipilih. Setelah itu tidak boleh dijadikan calon. Kalau memang pengalaman mau dijadikan ukuran, harus pengalaman yang sama. Pimpinan KPK kan begitu, pengalaman dalam jabatan yang sama," ujarnya lagi.

Baca juga: Minta MK Segera Putuskan Usia Capres-Cawapres, PPP: Agar Tidak Jadi Polemik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

Terbaik di Jatim, KPK Nilai Pencegahan Korupsi dan Integritas Pemkot Surabaya di Atas Rata-rata Nasional

BrandzView
Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Saksi Sebut SYL Bayar Biduan Rp 100 Juta Pakai Duit Kementan

Nasional
Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Dukung Pemasyarakatan Warga Binaan Lapas, Dompet Dhuafa Terima Penghargaan dari Kemenkumham

Nasional
Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Menginspirasi, Local Hero Pertamina Group Sabet 8 Penghargaan dari Kementerian LHK

Nasional
Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Prabowo Terima Menhan Malaysia, Jalin Kerja Sama Industri Pertahanan dan Pertukaran Siswa

Nasional
Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Satgas Rafi 2024 Usai, Pertamina Patra Niaga Apresiasi Penindakan Pelanggaran SPBU oleh Aparat

Nasional
TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

TNI dan Perwakilan Militer Indo-Pasifik Gelar Perencanaan Akhir Latma Super Garuda Shield 2024

Nasional
Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Cegah Penyalahgunaan, Satgas Pangan Polri Awasi Distribusi Perusahaan Gula di Jawa Timur

Nasional
Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Jelang World Water Forum Ke-10 di Bali, Panglima Agus Minta Bais TNI Mitigasi Ancaman

Nasional
Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Kisah Ayu, Bidan Dompet Dhuafa yang Bantu Persalinan Saat Karhutla 

Nasional
Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Dinilai Berhasil, Zulhas Diminta PAN Jatim Jadi Ketum PAN 2025-2030

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com