JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik yang juga Dosen Ilmu Politik Fisip Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana menilai, memori kelam antara Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa memengaruhi keputusan PDI-P dalam menggandeng Demokrat untuk Pemilu 2024.
Adit mengatakan, ada persoalan emosi yang belum tuntas antara SBY dan Megawati.
"Elite politik pasti akan mencoba mengaitkan ada persoalan emosi yang belum tuntas di antara Bu Mega sama SBY. Bisa jadi itu benar adanya meskipun harus diklarifikasi, sehingga komunikasi itu relatif berbeda," ujar Adit saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/7/2022).
Baca juga: PDI-P dan Demokrat Dinilai Bisa Berkoalisi Hanya jika Megawati dan SBY Saling Memaafkan
Adit mengatakan, hal-hal yang membekas di masa lalu semacam itu bisa memengaruhi keputusan-keputusan politik di tataran elite partai.
Apalagi, kata dia, ada kecenderungan bahwa partai politik di Indonesia didominasi oleh figur.
"Jadi, kalau figurnya merasa ada sesuatu yang belum tuntas dengan pihak lain, saya pikir itu punya pengaruh terhadap keputusan-keputusan poltiik yang pasti ditunggu sama bawahannya," kata dia.
Dengan demikian, Adit menilai, memori kelam antara SBY dan Megawati itu masih membekas bagi PDI-P.
Dia tidak yakin apakah persoalan tersebut bisa diselesaikan dalam waktu dekat.
Meski begitu, Adit mengapresiasi PDI-P yang membuka pintu bagi semua partai untuk bekerja sama di Pemilu 2024, termasuk Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Demokrat.
Baca juga: Demokrat dan PKS Dinilai Perlu Manuver Canggih untuk Mengikat PDI-P
Sebab, sebelumnya Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto pernah menyatakan pihaknya sulit bekerja sama dengan PKS dan Demokrat.
"Ini ada satu kondisi yang positif bahwa semua partai politik mencoba mendudukkan dirinya sama dan setara. Ketika ingin melakukan penjajakan koalisi pencalonan presiden itu merasa punya kepentingan yang sama untuk bangsa dan negara, bukan hanya kepentingan segelintir elite politik karena ada rasa egois atau merasa yang paling segalanya. Tapi ternyata tidak," ujar Adit.
Ia juga mengatakan, memang sudah seharusnya semua partai politik saling berkomunikasi.
Dia mendorong para elite politik masing-masing partai agar saling duduk bersama.
"Apa yang disampaikan elite itu punya pengaruh di bawah dan itu memang mungkin di kalangan elite penting beranggapan janganlah kita kemudian mendikotomi perbedaan dan kemudian berimplikasi pada polarisasi politik yang ada ke depan," ujar dia.
PDI-P buka pintu untuk Demokrat-PKS