JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan untuk memberikan gelar pahlawan nasional kepada Syekh Muhammad Kholil bin Abdul Latif atau kerap dikenal dengan nama Syaikhona Kholil atau Syekh Kholil kembali disampaikan.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengatakan, mereka mengusulkan kepada pemerintah supaya ulama asal Bangkalan, Madura, itu mendapatkan gelar pahlawan nasional. Ketua Dewan Pimpinan Wilayah PKS Jawa Timur Irwan Setiawan mengatakan, mereka akan berupaya untuk menyampaikan usulan itu kepada pemerintah.
“Akan terus kami perjuangkan, beliau adalah guru dari para guru dan tokoh bangsa ini. Beliau guru para kiai yang menjadi spirit perjuangan melawan penjajah merebut kemerdekaan Indonesia,” kata Irwan.
Baca juga: PKS Usulkan Syaikhona Kholil Jadi Pahlawan Nasional
Usulan yang sama pernah disampaikan oleh Partai Nasdem pada 2021 silam. Ketua Fraksi Nasdem di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Taufik Basari, saat itu mengatakan, Syaikhona Kholil adalah tokoh yang luara biasa dan berjasa bagi bangsa.
"Karena Syekh Kholil adalah guru dari para pahlawan nasional," kata pria yang akrab disapa Tobas itu pada 15 Oktober 2021.
Syekh Kholil adalah ulama yang sangat masyhur di Madura. Dia lahir pada sekitar 25 Mei 1835, atau pada 9 Shafar 1252 Hijriah, di Kemayoran, Bangkalan.
Sang ayah adalah Kiai Haji Abdul Latif. Dia adalah anak dari Kiai Hamim yang merupakan anak Kiai Abdul Karim. Kiai Abdul Karim dilaporkan merupakan anak Kiai Muharram bin Kiai Asror Karomah bin Kiai Abdullah bin Sayyid Sulaiman. Sayyid Sulaiman merupakan cucu dari Sunan Gunung Jati.
Sedangkan ibunya bernama Syarifah Khodijah. Dia putri dari Kiai Abdullah bin Ali Akbar bin Sayyid Sulaiman.
Baca juga: Gelar Seminar, Nasdem Nilai Syaikhona Kholil Layak Diberi Gelar Pahlawan Nasional
Sejak kecil Syekh Kholil ditempa oleh ayahnya dengan berbagai ilmu dalam lingkungan pesantren. Saat itu Syekh Kholil mendalami ilmu Fikih, yakni salah satu bidang ilmu dalam syariat Islam yang secara khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Allah.
Selain itu, Syekh Kholil juga mempelajari ilmu Nahwu dari sang ayah. Nahwu merupakan salah satu bagian dasar dari ilmu tata bahasa dalam bahasa Arab untuk mengetahui jabatan kata dalam kalimat dan bentuk huruf atau harakat terakhir dari suatu kata. Dengan kata lain, ilmu Nahwu mempelajari struktur kalimat bahasa Arab.
Ilmu Nahwu kerap dipadukan dengan ilmu Shorof yang membahas tentang kata-kata dengan perubahan-perubahannya (tashrif).
Setelah dianggap punya bekal ilmu yang cukup, Kiai Latif mengirim Syekh Kholil mengembara ke berbagai pesantren untuk belajar. Antara lain ke Pesantren Langitan di Tuban, Jawa Timur.
Setelah dari Tuban, Syekh Kholil kembali mengembara ke Pesantren Cangaan, Bangil, Pasuruan. Setelah itu Syekh Kholil kembali belajar di Pesantren Keboncandi, lalu ke Pesantren Sidogiri.
Setelah sekian tahun belajar dari pesantren ke pesantren, Syekh Kholil memutuskan menikah dengan Nyai Asyik yang merupakan putri Lodra Putih pada usia 24.
Baca juga: Temui Menkopolhukam, Nasdem Usulkan Ulama Syaikhoni Kholil Jadi Pahlawan Nasional
Usai menikah, Syekh Kholil kemudian melanjutkan pengembaraannya mencari ilmu ke Makkah. Untuk mencapai Tanah Suci, Syekh Kholil menumpang kapal laut sambil berpuasa.