Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rencana Pengenaan PPN Sembako: Bebani Masyarakat dan Waktunya Tidak Tepat

Kompas.com - 11/06/2021, 08:23 WIB
Ardito Ramadhan,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada barang kebutuhan pokok (sembako) melalui revisi undang-undang yang tertuang dalam draf revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) menuai protes dari berbagai lapisan masyarakat.

Sejumlah pihak di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang rencana tersebut karena dinilai akan membebani masyarakat yang sedang susah akibat pandemi Covid-19.

"Saya kira perlu ditinjau ulang. Apalagi kebijakan tersebut digulirkan di masa pandemi dan situasi perekonomian saat ini yang sedang sulit," kata Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar dalam keterangan tertulis, Kamis (10/6/2021).

Muhaimin khawatir, pengenaan PPN bagi sembako akan menciptakan efek domino yang membuat turunnya daya beli masyarakat, terutama dari kalangan pekerja, dan dampaknya perekonomian akan sulit untuk bangkit.

Pria yang akrab disapa Cak Imin itu pun menilai kebijakan tersebut akan kontraproduktif dengan semangat pemerintah untuk menekan ketimpangan melalui reformasi perpajakan.

Ia pun membandingkan rencana pengenaan PPN itu dengan kebijakan pemerintah yang membebaskan PPN bagi barang impor kendaraan dan properti dengan alasan menggairahkan perekonomian.

Baca juga: Ketika Sri Mulyani Heran Draf PPN Sembako Bisa Bocor ke Publik

"Itu kan jadi saling bertentangan. Kalau kita ingin perkembangan ekonomi nasional secara agregat, seharusnya jangan tambah beban masyarakat kecil dengan PPN,” ujar Cak Imin.

Wakil Ketua Komisi XI Fathan mengaku memahami bahwa penting bagi pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara dengan memperluas basis pajak.

Namun, ia mengingatkan, tidak semestinya barang-barang yang menyangkut hajat hidup orang banyak dimasukkan dalam objek pajak.

"Ketika wacana ini disampaikan dalam waktu yang kurang tepat apalagi menyangkut bahan pokok yang menyangkut hajat hidup orang banyak, maka hal itu hanya akan memicu polemik yang bisa menganggu upaya pemulihan ekonomi," ujar Fathan.

Ia mengatakan, kebijakan di negara lain yang menjadikan komoditas bahan pokok sebagai objek pajak tidak bisa diterapkan begitu saja di Indonesia.

"Ada perbedaan konteks seperti stabilitas harga komoditas, kepastian serapan pasar hasil panen, dan beberapa indikator lain yang kebetulan di Indonesia masih belum stabil," kata dia.

Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Netty Prasetiyani mendesak pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut agar tidak terus-terusan membebani masyarakat yang sedang susah akibat pandemi.

"Pemerintah harus peka dengan kondisi masyarakat saat ini. Berhentilah menguji kesabaran rakyat dengan membuat kebijakan yang tidak masuk akal," kata Netty.

Baca juga: Pimpinan DPR Sebut Rencana PPN Sembako Bisa Turunkan Daya Beli, Minta Pemerintah Kaji Lagi

Netty menilai pemerintah hanya mencari jalan mudah untuk menambah pendapatan negara dengan mengenakan PPN pada sembako.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com