JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung menemukan dugaan tindak pidana pemerasan yang melibatkan dua oknum jaksa beserta seorang pihak swasta.
Investigasi kasus tersebut kini telah diserahkan ke bidang pidana khusus Kejagung.
"Artinya ada indikasi tindak pidana dan sedang dilakukan penyidikan," ungkap Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Mukri ketika dihubungi, Rabu (4/12/2019).
Baca juga: Kejaksaan Agung Pastikan TP4 Bubar
Dua oknum jaksa tersebut, yaitu Kasi Penyidikan pada Aspidsus Kejati DKI berinisial YRM serta Kasubsi Tipikor dan TPPU pada Aspidsus Kejati DKI berinisial FYP.
Kedua oknum jaksa diamankan di ruangan kantor masing-masing.
Kemudian, pihak swasta yang diamankan berinisial CH. Namun, ia tak menjelaskan lebih rinci di mana CH diamankan.
Baca juga: 2 Jaksa Ditangkap Terkait Dugaan Pemerasan Rp 1 Miliar
Seluruhnya diamankan pada Senin (2/12/2019) sore.
Mukri belum menjelaskan perihal status ketiga orang itu. Namun, Kejagung mengklaim telah mengantongi bukti dugaan tindak pidana tersebut.
Hanya saja, ia belum mau mengungkapkannya.
"Nanti, belum. Ini kan info yang berkembang kan demikian tapi masih dalam pemeriksaan," kata dia.
Sementara itu, penyidik tidak menggeledah ruangan kedua oknum jaksa tersebut. Sebab, menurut Mukri, dugaan tindak pidana tersebut hanya terkait satu kasus.
Baca juga: Kejaksaan Agung Sudah Komunikasi dengan Kuasa Hukum First Travel soal PK dan Aset
Perkara tersebut menyangkut kasus dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan PT Dok dan Perkapalan Koja Bahari (Persero) tahun 2012-2017. Kasus tersebut sedang ditangani oleh Pidsus Kejati DKI Jakarta.
Ketiga orang tersebut diduga melakukan pemerasan terhadap mantan manajer PT Dok dan Perkapalan Koja Bahari (Persero) M Yusuf. Adapun Yusuf merupakan salah satu saksi.
Yusuf sendiri sebagai pelapor mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp 1 miliar kepada ketiga oknum tersebut.
Menteri BUMN, Erick Thohir menyentil direksi BUMN yang kerap melontarkan kritik pada pemerintah lewat media massa. Erick menyebut bos BUMN harus loyal pada pemerintah.
Erick Thohir mengatakan: Bukan berarti Saya anti kritik, harus dikritisi langsung, jangan lewat media. Kalau mereka kerja di BUMN, tapi kritisi lewat media itu kan enggak etis. Kalau mereka tidak loyal, ya enggak usah di BUMN, jadi aja swasta.
Erick mengaku ia tak butuh direksi yang pintar. Namun, ia butuh direksi yang mempunyai akhlak baik dan bisa mencari solusi dari permasalahan.
“Saya juga tidak mau direksi keminter. Artinya akal-akalan, saya tidak perlu orang pintar, yang penting bisa solid bekerja sama, gotong royong supaya semua pintar,” ucap dia.
Erick menambahkan, dalam menghadapi permasalahan seharusnya jajaran direksi duduk bersama dengan komisaris untuk mencari solusinya.
Erick juga menyayangkan langkah direksi BUMN yang lebih memilih koar-koar di media, ketimbang mencari solusi dari permasalahannya.
#erickthohir #sentildireksi #direksinyinyir