JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memutuskan untuk mengajukan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap Gubernur Banten nonaktif, Atut Chosiyah. KPK mengajukan banding lantaran putusan tersebut jauh lebih rendah dibanding tuntutan jaksa.
"Pasti ada kekecewaan, tetapi akan dituangkan dalam bentuk hukum," ujar Ketua KPK Abraham Samad, saat ditemui seusai deklarasi anti-gratifikasi di gedung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Jakarta, Selasa (2/9/2014).
Terkait salah satu hakim tindak pidana korupsi yang berpendapat bahwa Atut semestinya diputus bebas, Samad mengatakan bahwa hal tersebut merupakan keyakinan hakim yang tidak dapat diintervensi. Namun, menurut Samad, KPK akan tetap berpendirian terhadap dakwaan yang diajukan.
"Tidak perlu khawatir, itu baru satu kasus. Masih ada kasus pemerasan dan korupsi pengadaan alat kesehatan," kata Samad. (Baca: Atut Juga Tersangka dalam Kasus Alkes Banten)
Atut dituntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 5 bulan penjara. Jaksa penuntut umum KPK juga menuntut hukuman pidana tambahan, yaitu pencabutan hak politik. (Baca: Membela Diri, Atut Menangis Dituntut 10 Tahun Penjara)
Namun, majelis hakim menjatuhkan vonis penjara empat tahun ditambah denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan kepada Atut. (Baca: Atut Divonis 4 Tahun Penjara)
Majelis hakim juga membebaskan Atut dari hukuman pidana tambahan berupa pencabutan hak politik. (Baca: Hakim Tolak Cabut Hak Politik Atut)