Pada kasus ini Kementerian Agama telah secara tepat menjalankan fungsinya sebagai pelindung jemaah. Bahkan, Kementerian Agama telah memastikan bahwa kebijakan ini telah sejalan dengan hukum Syariah.
Masih ada sejumlah inovasi kebijakan yang diterapkan Kementerian Agama dalam pelaksanaan ibadah haji tahun ini.
Berdasarkan pengamatan, Pemerintah terus melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan ibadah haji dan menjadikannya sebagai dasar pertimbangan untuk terus melahirkan inovasi dan perbaikan yang berkelanjutan.
Kementerian Agama di era Menteri Yaqut Cholil Qoumas mencatat paling banyak melakukan inovasi dan terobosan baru layanan haji yang out of the box.
Sebut saja, misalnya, prioritas Haji Lansia, murur, penyediaan makan tiga kali bagi jemaah, peningkatan layanan Bus Solawat, layanan fast track, tanazul, makanan cepat saji, cita rasa masakan Nusantara, peningkatan mutu petugas haji, aplikasi “Kawal Haji”, dan sebagainya.
Perkembangan layanan yang progresif ini tidak lepas dari sikap Kementerian Agama yang sangat terbuka dan memberi ruang yang seluas-luasnya bagi publik memberikan masukan konstruktif untuk perbaikan penyelenggaraan ibadah haji.
Terlebih di era keterbukaan yang ditandai dengan kemajuan teknologi informasi yang luar biasa, partisipasi publik menjadi hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.
Secara formal pengawasan, sebagai perwujudan mekanisme kontrol, diatur dalam UU Haji dan Umrah dalam rangka mewujudkan akuntabilitas layanan publik.
Pada Pasal 27 UU ini dinyatakan bahwa Pengawas Penyelenggaraan Ibadah Haji terdiri atas pengawas internal dan pengawas eksternal. Pengawas internal dilakukan oleh aparat pengawas internal pemerintah.
Sedangkan pengawas eksternal dilakukan oleh DPR RI, Dewan Perwakilan Daerah, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
Mekanisme pengawasan formal sejauh ini telah dilakukan oleh pihak-pihak yang dinyatakan dalam Undang-Undang. Tentu saja Pengawasan yang dilakukan didasarkan kepada fakta dan temuan di lapangan secara akurat.
Bukan atas dasar asumsi, pengamatan sepintas, atau sumber-sumber sekunder yang tidak dapat dipertanggungjawabkan validitasnya. Tentu saja, dalam menjalankan tugasnya, baik tim dari unsur DPR, DPD, dan BPK harus objektif, profesional, dan bertanggung jawab.
Di samping itu, terobosan penting lainnya terkait partisipasi publik adalah tersedianya aplikasi “Kawal Haji”.
Tampaknya Kementerian Agama ingin menunjukkan iktikad baiknya dan menjadikan penyelenggaraan haji sebagai proyek bersama.
Aplikasi online ini meniscayakan semua lapisan masyarakat, tak hanya jemaah haji, turut serta menyampaikan informasi, masukan, kritik, dan saran konstruktif tanpa merasa sungkan atau takut.
Semua informasi yang masuk dalam aplikasi langsung direspons dan ditindaklanjuti oleh panitia. Aplikasi ini dirasakan sangat bermanfaat, utamanya dalam konteks menghilangkan jarak antara jemaah dan penyelenggera.
Walhasil, ke depan sinergi antara pemerintah dan masyarakat menjadi faktor yang krusial dalam mewujudkan penyelenggaraan ibadah haji yang berkualitas dan bermartabat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.