JAKARTA, KOMPAS.com - Oditur menjelaskan arahan eks Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) Marsdya (Purn) TNI Henri Alfiandi ketika menjabat Kabasarnas periode 2021-2023.
Arahan Henri yaitu “dana komando” atau dako pada setiap proyek pengadaan di Basarnas sebesar 10 persen setelah dipotong pajak pertambahan nilai (PPN).
Arahan tersebut disampaikan Henri ketika ia baru saja dilantik menjadi Kabasarnas pada 2021.
“Bahwa terdakwa ketika hand over dengan pejabat lama pada awal Februari 2021, pejabat lama menjelaskan bahwa adanya dana komando atau dako yang dikelola oleh Marsma TNI Agus Darmanto (saksi 17), dan sejak saat itu terdakwa menerima dako Rp 160 juta dari saksi 17,” kata oditur saat membacakan dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II, Cakung, Jakarta Timur, Senin (1/4/2024).
Setelah menjabat selama lima bulan, Henri melakukan pergantian pengelolaan keuangan dari saksi 17 kepada saksi 2, yakni Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto (ABC).
“Penerimaan dako dari rekanan hanya melalui satu pintu. Artinya penerimaan dako tidak dalam bentuk lain dan yang hanya menerima hanya melalui Letkol (Adm) ABC. Dako diterima 10 persen setelah dipotong PPN,” kata oditur.
Dako 10 persen itu kemudian dibagi lagi. Dengan rincian 1,5 persen masuk ke kantong Henri; 7,75 persen untuk operasional; 0,25 persen untuk cadangan; dan 0,5 persen untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga: Berkas Sudah Diserahkan ke Oditurat, Sidang Eks Kabasarnas Henri Alfiandi Digelar 1 April
Selama Henri menjabat Kabasarnas, oditur merinci bahwa Henri bermitra dengan PT Intertekno Grafika Sejati, PT Bina Putera Sejati, PT Sahabat Inovasi Pertahanan, CV Pandu Aksara, dan PT Kindah Abadi Utama dalam pengadaan proyek di Basarnas.
Adapun Henri didakwa menerima suap Rp 8,65 miliar dalam proyek pengadaan alat reruntuhan selama ia menjabat sebagai Kabasarnas pada 2021-2023.
Dakwaan itu dibacakan Oditur Militer dalam sidang perdana dengan terdakwa Henri di Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta di Cakung, Jakarta Timur, pada hari ini.
Suap sebesar Rp 8,65 miliar itu diterima Henri dari Direktur Utama PT Kindah Abadi Roni Aidil dan Komisaris Utama PT Grafika Sejati Mulsunadi Gunawan.
Baca juga: Eks Kabasarnas Henri Alfiandi Jadi Saksi di Sidang Kasus Suap Senin Ini
Suap itu kemudian disebut dengan “dana komando” atau dako.
“Bahwa total dana komando yang diberikan oleh Saksi-9 (Roni Aidil) dan Saksi-10 (Mulsunadi) kepada terdakwa selama terdakwa menjabat sebagai Kabasarnas adalah sebesar Rp 8.652.710.400,” kata oditur membacakan dakwaan.
Oditur mengatakan, pemberian tersebut karena adanya permintaan dari Henri selaku Kabasarnas.
“Dengan harapan Saksi-9 dan Saksi-10 diberikan kepercayaan untuk mengerjakan proyek-proyek yang akan datang,” kata oditur.
Sebagian dako itu kemudian juga ditransfer kepada Sukarjo, Iwan Pasek, Santi Pratiwi, Adelia, Rachael Sandika Putri, Adella, Nurseha, dan Retri Koesuma untuk kepentingan dinas, sosial, dan pribadi.
Baca juga: Jejak Pensiun Eks Kabasarnas Henri Alfiandi: Jadi Tersangka Dugaan Suap, Peradilan Militer Menanti
Henri memerintahkan Saksi 2 yaitu Koorsmin Kabasarnas saat itu, Letkol (Adm) Afri Budi Cahyanto untuk mentransfer dako tersebut.
“Berpendapat bahwa perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Saksi-2 tersebut telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana,” ujar oditur.
Hal ini diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Atau, Pasal 12 huruf b UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 5 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Solusi Jokowi buat Akhiri Polemik Dugaan Suap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi
Atau, Pasal 11 UU RI Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diketahui, Henri Alfiandi dan Afri Budi Cahyanto ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas RI tahun anggaran 2021-2023.
Perkara atau dugaan suap ini diketahui berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada 25 Juli 2023.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.