Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IM57+ Minta Pimpinan KPK Tanggung Jawab atas Polemik Penetapan Tersangka Kepala Basarnas

Kompas.com - 28/07/2023, 23:36 WIB
Irfan Kamil,
Novianti Setuningsih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta bertanggung jawab atas kekeliruan menetapkan pejabat Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) berlatar belakang militer sebagai tersangka.

Hal itu disampaikan Ketua Indonesia Memanggil 57 (IM57+) Institute, Praswad Nugraha, menanggapi polemik penetapan tersangka terhadap dua anggota TNI oleh KPK.

Diketahui, KPK menetapkan Kepala Basarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi dan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.

Namun, terbaru pimpinan KPK menyampaikan permintaan maaf atas kekhilafan penetapan tersangka tersebut.

“Pimpinan KPK harus bertanggung jawab penuh atas segala proses operasi tangkap tangan dan penanganan perkara, baik secara etik maupun pidana,” kata Praswad kepada Kompas.com, Jumat (28/7/2023).

Baca juga: Anggota DPR Ingatkan KPK Bekerja Sesuai Prosedur, Buntut Tetapkan Kepala Basarnas Tersangka

Praswad menilai, pimpinan KPK telah cuci tangan atau lepas tanggung jawab dengan menyalahkan penyidik yang keliru menetapkan anggota TNI sebagai tersangka.

Eks penyidik KPK ini mengatakan, seluruh tindakan penyelidik dan penyidik KPK dilakukan atas adanya perintah pimpinan.

“Penyelidik KPK bertindak atas perintah dan atas nama pimpinan KPK, setelah menemukan dua alat bukti yang cukup wajib melaporkan kepada Pimpinan KPK untuk selanjutnya ditetapkan tersangka atau tidak,” ujar Praswad.

“Penetapan tersangka sepenuhnya adalah kewenangan Pimpinan KPK, bukan kewenangan Penyelidik, atau Penyidik KPK,” katanya lagi.

Baca juga: Komisi III DPR Tak Mau Kinerja KPK Dicederai dengan Insiden Khilaf Penetapan Tersangka Kepala Basarnas

Ketua IM57+ Institute ini menilai, kekeliruan proses hukum ini yang menjadi polemik tersebut merupakan tanggungjawab pimpinan Komisi Antikorupsi.

Sebab, proses penegakan hukum terhadap suatu penanganan perkara tidak bisa dilakukan tanpa perintah dari pimpinan lembaga antikorupsi itu.

“Pimpinan KPK tidak boleh cuci tangan seolah-olah ini adalah pekerjaan tim penyelidik semata, karena seluruh alat bukti wajib dilaporkan kepada pimpinan KPK dalam mekanisme ekspose perkara bersama antara Penyelidik, Penyidik, Penuntut dan Pimpinan KPK,” ungkap Praswad.

“Kesalahan atau ketidakcermatan Pimpinan KPK tidak boleh terjadi didalam proses pro justitia sebuah penanganan perkara, karena hal ini masuk di dalam penyalahgunaan kewenangan dan termasuk dalam perbuatan pidana,” katanya lagi.

Baca juga: KPK Mengaku Khilaf Tangkap Prajurit TNI yang Diduga Terima Suap

Sebelumnya, KPK meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono karena telah menangkap tangan dan menetapkan tersangka pejabat Basarnas dari lingkup militer.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya memahami semestinya penanganan dugaan korupsi Henri dan Afri ditangani oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.

Pernyataan ini disampaikan Tanak usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer, termasuk Komandan Puspom (Danpuspom) TNI Marsekal Muda R Agung Handoko.

"Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan," kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat.

Baca juga: Panglima TNI Disebut Sangat Kecewa Prajurit TNI Terjaring OTT di Kasus Korupsi

Menurut Tanak, saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023) lalu, tim KPK memahami Afri merupakan prajurit TNI.

Namun, Tanak mengatakan, penyelidik KPK khilaf sehingga Afri tetap diciduk dan diproses hukum oleh KPK hingga ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ujar Tanak.

KPK sebelumnya menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka. 

Keduanya  diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak.

Baca juga: Puspom TNI Janji Usut Dugaan Suap Kepala Basarnas dengan Transparan

Selain itu, KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka. Mereka adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.

Ketiganya diduga memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.

Atas penetapan tersangka tersebut, Henri Alfiandi menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakannya sebagai Kepala Basarnas.

Namun, Ia mengaku uang yang diterima melalui Afri bukan untuk kebutuhan pribadi melainkan kantor.

“Tujuannya memang untuk itu,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, belum lama ini.

Baca juga: Soal Kasus Dugaan Suap di Basarnas, Kababinkum TNI: Yakinlah Tak Ada Impunitas di Militer

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Anies Mau Istirahat Usai Pilpres, Refly Harun: Masak Pemimpin Perubahan Rehat

Nasional
Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com