Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Kompas.com - 17/05/2024, 16:37 WIB
Adhyasta Dirgantara,
Ihsanuddin

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) sekaligus pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengatakan, dirinya setuju jika presiden menentukan sendiri berapa jumlah kementerian yang dibutuhkan.

Hal ini disampaikan Yusril menanggapi revisi UU Kementerian Negara yang sedang dibahas di DPR.

Revisi itu akan mengubah jumlah menteri yang membantu presiden tidak lagi dibatasi hanya 34 saja, melainkan bisa lebih atau kurang, sesuai dengan kebutuhan presiden.

"Saya setuju saja. Serahkan kepada Presiden untuk membentuk kabinet tanpa harus dibatasi berapa jumlahnya dengan UU. Presiden harus diberi kewenangan membentuk kementerian dengan memperhatikan kebutuhan dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan untuk melaksanakan program-programnya," ujar Yusril saat dimintai konfirmasi, Jumat (17/5/2024).

Baca juga: Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan Sesuai Kebutuhan Presiden

Menurut Yusril, UU Kementerian Negara yang saat ini berlaku sudah salah kaprah.

"Padahal Pasal 17 Ayat (4) UUD 45 memerintahkan pembentukan UU yang mengatur tentang 'pembentukan, pengubahan dan pembubaran kementerian negara'. Jadi bukan UU tentang Kementerian Negara, apalagi sampai membatasi jumlah kementerian. Kementerian negara telah ada sejak tahun 1945," tuturnya.

Yusril menilai, yang perlu diatur adalah hal-hal terkait dengan pembentukan kementerian negara yang baru, pengubahan nomenklatur kementerian, serta pembubarannya.

Pengaturan seperti itulah, kata dia, yang dapat dijadikan sebagai pedoman normatif bagi Presiden tentang apakah perlu membentuk kementerian baru, diubah, atau dibubarkan.

Baca juga: Prabowo Yakin Ekonomi RI Tumbuh 8 Persen, Standard Chartered: Bisa, tapi PR-nya Banyak...

Hanya saja, UU Kementerian Negara yang ada saat ini sudah terlanjur mengatur jumlah kementerian.

"Jadi kalau hendak dilakukan amandemen terbatas, sebaiknya memang mengatur bahwa jika dipandang perlu, Presiden dapat membentuk kementerian yang baru, menggabungkannya atau membubarkannya dengan mempertimbangkan dengan sungguh kebutuhan untuk menjalankan program Presiden dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan negara," imbuh Yusril.

Adapun revisi UU Kementerian Negara ini bergulir usai munculnya wacana Prabowo hendak menambah jumlah menteri menjadi lebih dari 40.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

KPK Enggan Tanggapi Isu Harun Masiku Hampir Tertangkap Saat Menyamar Jadi Guru

Nasional
Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Tagline “Haji Ramah Lansia” Dinilai Belum Sesuai, Gus Muhaimin: Perlu Benar-benar Diterapkan

Nasional
Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Kondisi Tenda Jemaah Haji Memprihatikan, Gus Muhaimin Serukan Revolusi Penyelenggaraan Haji

Nasional
Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi 'Online', tapi...

Pakar Sebut Tak Perlu Ada Bansos Khusus Korban Judi "Online", tapi...

Nasional
Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Harun Masiku Disebut Nyamar jadi Guru di Luar Negeri, Pimpinan KPK: Saya Anggap Info Itu Tak Pernah Ada

Nasional
Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Eks Penyidik: KPK Tak Mungkin Salah Gunakan Informasi Politik di Ponsel Hasto

Nasional
Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Jemaah Haji Diimbau Tunda Thawaf Ifadlah dan Sa'i Sampai Kondisinya Bugar

Nasional
Kasus WNI Terjerat Judi 'Online' di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Kasus WNI Terjerat Judi "Online" di Kamboja Naik, RI Jajaki Kerja Sama Penanganan

Nasional
Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Eks Penyidik KPK: Ponsel Hasto Tidak Akan Disita Jika Tak Ada Informasi soal Harun Masiku

Nasional
Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Soal Duet Anies-Kaesang, Relawan Anies Serahkan ke Partai Pengusung

Nasional
MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

MPR Khawatir Bansos yang Akan Diberikan ke Korban Judi Online Malah Dipakai Berjudi Lagi

Nasional
Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Eks Penyidik KPK: Kasus Harun Masiku Perkara Kelas Teri, Tapi Efeknya Dahsyat

Nasional
Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Siapa Anggota DPR yang Diduga Main Judi Online? Ini Kata Pimpinan MKD

Nasional
Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Eks Penyidik KPK Anggap Wajar Pemeriksaan Hasto Dianggap Politis, Ini Alasannya

Nasional
Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Rupiah Alami Tekanan Hebat, Said Abdullah Paparkan 7 Poin yang Perkuat Kebijakan Perekonomian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com