Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buka-bukaan Eks NII, Al Zaytun Pusat Kaderisasi sampai Didoktrin Setiap Malam...

Kompas.com - 02/07/2023, 14:25 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu mengenai keberadaan gerakan bawah tanah Negara Islam Indonesia (NII) kembali mencuat seiring dengan kontroversi di balik Pondok Pesantren Al Zaytun dan pimpinannya, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang.

Meski cerita mengenai orang-orang yang direkrut oleh kelompok itu terus muncul, tetapi selama ini persoalan itu terkesan mengambang dan tidak terdapat langkah tegas buat menyelesaikannya.

Di sisi lain, berbagai kontroversi juga menyelimuti Ponpes Al Zaytun yang kini kembali menjadi sorotan publik.

Selain itu, sumber dana buat membangun kompleks pondok pesantren yang cukup megah yang terletak di Desa Mekarjaya, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat juga dipertanyakan.

Baca juga: Polri Klaim Sudah Ngebut Tangani Kasus Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang

Dari segi ibadah, Ponpes itu menerapkan cara yang tidak biasa, misalnya saf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara laki-laki dan perempuan.

Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan laki-laki.

Karena kontroversi itu, pemerintah bakal menerapkan sanksi administrasi hingga sanksi pidana.

Selain menerapkan cara beribadah yang berbeda, Panji juga disebut-sebut terkait dengan gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9).

Meski sudah beberapa kali dilaporkan, keberadaan kelompok NII KW 9 disebut-sebut tidak mudah dibuktikan karena selalu bergerak di bawah tanah.

Baca juga: Ridwan Kamil Sebut Keputusan Pemerintah soal Al Zaytun Disampaikan Pekan Depan

Jika ditarik ke belakang, kaitan antara Al Zaytun dan gerakan NII sudah pernah disampaikan 12 tahun silam.

Menurut mantan aktivis NII pada 1996 sampai 2001, Sukanto, gerakan itu memang menargetkan kelompok tertentu buat direkrut menjadi anggotanya.

Lelaki alumnus Universitas Nasional itu memaparkan bagaimana pola perekrutan kelompok NII buat menjaring anggota baru.

Menurut Sukanto, urat nadi gerakan NII ada 2 bentuk, yaitu perekrutan dan pengumpulan dana.

Dalam perekrutan itu, calon anggota akan dirayu buat mengikuti ajakan diskusi atau kegiatan lain. Setelah berhasil, para perekrut kemudian akan melakukan indoktrinasi kepada calon anggota.

Baca juga: 4.985 Santri Belajar di Ponpes Al Zaytun, Menko PMK: Harus Dipastikan Pendidikan Tetap Berjalan

Doktrin yang selalu ditanamkan kepada calon anggota, kata Sukanto, adalah mereka harus hijrah dari posisi sebagai warga negara Indonesia menjadi warga NII.

Buat melengkapi proses hijrah maka calon anggota harus memberikan sedekah dengan tujuan menyucikan diri.

Menurut Sukanto terdapat berbagai macam alur perekrutan NII. Untuk kalangan mahasiswa, mereka akan didekati oleh perekrut yang juga bersikap selayaknya mahasiswa.

Cara perekrut menyampaikan ajakan kepada calon anggota adalah dengan menceritakan idealisme tentang kebesaran sejarah ilmu Islam.

Proses itu berjalan berkali-kali hingga pergaulan sang target diisolasi sehingga mudah diindoktrinasi.

Baca juga: Mahfud Bilang Ada Aspek Pidana di Ponpes Al Zaytun, Anggota DPR Desak Penegak Hukum Bergerak Cepat

"Kalau sudah dibaiat, bisa setiap hari ditelepon pada jam 22.00-03.00," kata Sukanto saat menceritakan pengalamannya di hadapan mahasiswa Universitas Dharma Persada, Jakarta, seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 6 Mei 2011.

Menurut Sukanto, orang-orang NII yang diutus menjadi perekrut ada yang pernah menimba ilmu di Al Zaytun.

Sukanto saat itu mengatakan, Al Zaytun disebut-sebut merupakan pusat kaderisasi gerakan NII KW 9.

Bahkan menurut dia, sepertiga santri di pondok pesantren itu merupakan anak dari warga NII. Lantas dua pertiganya adalah siswa dari kalangan umum.

Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum dari Kementerian Pendidikan Nasional. Namun, kata Sukanto, santri baru mendapat doktrin mengenai ajaran NII pada jenjang kelas tiga.

Baca juga: Bareskrim Bakal Gelar Perkara Kasus Ponpes Al-Zaytun Selasa Pekan Depan

Akan tetapi, lanjut Sukanto, lahan perekrutan calon anggota NII yang sebenarnya terjadi di tingkat universitas atau mahasiswa.

Dengan demikian, kata Sukanto, calon kader NII itu bisa tersebar di seluruh Indonesia untuk kuliah dan membuat cabang baru.

Sukanto mengatakan, modus serupa juga digunakan Yayasan Pondok Pesantren Indonesia (YPI) yang merekrut anak sekolah dasar untuk menjadi santri. Meski gurunya 98 persen adalah anggota NII, sama sekali tidak disebut-sebut soal gerakan itu.

"Jadi kalau ke sana, memang kelihatan tidak ada apa-apa," ucap Sukanto.

Soal dana gerakan, Sukanto menyebutkan, terdapat 9 pos pendanaan NII KW 9 yang harus dipenuhi anggotanya.

Baca juga: Bareskrim Akan Klarifikasi Petinggi Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang Pekan Depan

Kewajiban itu mulai dari infak sebesar 25 dollar NII per bulan, uang fiskal kalau melintasi wilayah, sampai denda kalau merokok. Setiap anggota NII yang melanggar harus mendaftarkan kesalahannya dan mengakuinya kepada mahkamah.

"Misalnya, kita mengaku 4 hari yang lalu merokok dua batang dan 2 hari yang lalu memegang rambut seorang perempuan 100 kali," kata Sukanto.

Untuk mendapatkan uang buat membayar infak, kata Sukanto, mereka melakukan berbagai modus yang dikerjakan bersama.

Mulai dari dalih menghilangkan laptop teman sampai membuat proposal palsu dengan cap kampus palsu.

Praktik pengumpulan dana itu diduga juga dipraktikkan oleh Panji Gumilang secara langsung dalam peringatan 1 Muharam pada 2008 silam.

Baca juga: Beragam Temuan MUI Jelang Terbitkan Fatwa Terkait Al Zaytun

Saat itu jemaah dari seluruh Indonesia datang dan diminta melempar jumrah. Dalam waktu 1 jam, terkumpul sekitar Rp 4 miliar.

Membantah

Menanggapi tuduhan itu, Panji Gumilang tetap membantah dirinya dan Al Zaytun dikaitkan dengan NII.

"Soal NII yang diributkan akhir-akhir ini, sebenarnya barangnya sudah tidak ada. NII sudah mati. Dalam sejarahnya, memang ada NII yang diproklamasikan tahun 1949 dan diperjuangkan sampai 1962. Setelah itu NII selesai. Bahkan, pendirinya sudah menganjurkan pengikutnya agar kembali ke bumi pertiwi Indonesia," katanya kepada Kompas pada 2011 silam.

Belum lama ini Panji juga menyebut Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak mencerminkan akhlak Islami dalam merespons polemik dirinya dan lembaga pendidikan yang dipimpinnya.

"Majelis ulama telah memvonis (Al-Zaytun sesat) sebelum tabayyun. Setelah memvonis baru lakukan tabayyun. Ini justru keluar dari akhlak Islam dan itu bukan kelakuan umat Islam. Umat Islam itu tabayyun dahulu baru mengatakan sesuatu," kata Panji, dikutip dari TribunJabar.id, Senin (26/6/2023).

Baca juga: Sosok Panji Gumilang di Mata Keluarga dan Masa Kecilnya di Gresik, Abdul: Pejuang di Dunia Pendidikan

Panji pun menceritakan situasi saat dia menghadiri undangan Tim Investigasi di Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Jumat (23/6/2023) malam, untuk mengklarifikasi dugaan adanya ajaran sesat di Ponpes Al-Zaytun.

Panji menyampaikan, dia bisa saja memberikan jawaban saat itu juga, tetapi agar Tim Investigasi mendapat informasi yang lengkap, Panji pun mengundang mereka untuk datang ke Al-Zaytun.

"Dan itu disepakati. Bersama sepakat, sampai tiga kali ngetuk meja tanda sepakat," ujar Panji.

"Jadi salah kalau ada orang mengatakan Panji Gumilang tak bersedia menjawab. Itu salah, mungkin mendapatkan informasi sesat khususnya dari Majelis Ulama. Majelis Ulama ini sudah menanam kebencian terhadap Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang dan Al-Zaytun," imbuhnya.

Terkait status tanah Ponpes Al-Zaytun, Panji pun memastikan bahwa pihaknya telah memiliki sertifikat dan persoalan itu telah selesai.

Baca juga: Keluarga Bela Panji Gumilang, Yakin Al-Zaytun Difitnah

"Saya berpesan, Bangsa Indonesia seluruhnya, jangan terprovokasi oleh sikap Majelis Ulama yang tidak berakhlak, menuduh orang baru ber-tabayyun," ungkapnya.

"Kembalikan semua ke Pancasila. Jangan ke Majelis Ulama, penghasut, ciri-ciri penghasut menghukum baru tabayyun," tandasnya.

 

Segera diperiksa

Menanggapi polemik itu, Polri menyatakan akan segera memeriksa Panji Gumilang.

Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengklaim kepolisian sudah ngebut dalam memproses kasus dugaan penistaan agama Panji Gumilang.

Adapun Panji telah dilaporkan ke Bareskrim Polri. Sejumlah saksi pelapor dan saksi ahli telah diperiksa.

"Ini sudah cukup cepat. Masa hari ini, hari libur, kita manggil orang. Ini sudah cepat ya, kita panggil, LP (laporan polisi) masuk hari Selasa. Selasa mulai kita terbitkan, kemudian Selasa mulai kita periksa saksi-saksi semua," ujar Djuhandani saat ditemui di Kompleks GBK, Senayan, Jakarta, Sabtu (1/7/2023).

Baca juga: MUI Segera Keluarkan Fatwa Atas Kontroversi Panji Gumilang Al Zaytun

Lalu, Djuhandani mengatakan, Panji Gumilang langsung dipanggil untuk dimintai klarifikasi.

Dia menyebut Panji Gumilang diminta untuk hadir ke Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, pada Senin (3/7/2023). Namun, Panji belum mengonfirmasi apakah dirinya akan memenuhi panggilan polisi atau tidak.

"Belum, belum. Hanya undangan sudah disampaikan. Kami sudah periksa dari pelapor, beberapa ahli. Kemudian dari MUI, Kementerian Agama," tuturnya.

Sementara itu, kata dia, terkait sejumlah LP yang masuk mengenai Panji Gumilang, Bareskrim akan menyatukannya.

(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Diamanty Meiliana, Muhammad Syahrial)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com