JAKARTA, KOMPAS.com - Polemik mengenai Pondok Pesantren Al Zaytun di Indramayu, Jawa Barat, yang disebut-sebut terafiliasi dengan kelompok Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW9) terus bergulir.
Pimpinan pondok pesantren itu, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, bahkan juga menjadi sorotan. Selain disebut-sebut sebagai Imam NII KW9, sejumlah pernyataannya terkait pelaksanaan tata cara beribadah dan pemahaman agama juga menuai perdebatan.
Di sisi lain, Panji pernah membantah kaitan dirinya, Al Zaytun, dan NII sekitar 12 tahun lalu. Penyebabnya adalah gerakan NII berakar dari Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) kerap dikaitkan dengan aksi kekerasan dan bahkan terorisme, penipuan, sampai penculikan.
Menurut pemberitaan surat kabar Kompas edisi 6 Mei 2011, Panji sempat memberikan klarifikasi tentang seluruh rumor itu.
Baca juga: Temuan MUI Perkuat Dugaan Pesantren Al Zaytun Terafiliasi NII
"Soal NII yang diributkan itu, sebenarnya barangnya sudah tidak ada. NII sudah mati," kata Panji.
Menurut Panji, NII yang diproklamasikan oleh Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo pada 1949 sudah berakhir pada 1962. Yakni ketika Kartosuwiryo ditangkap dan dieksekusi regu tembak.
"Setelah itu NII selesai. Bahkan, pendirinya sudah menganjurkan pengikutnya kembali ke bumi pertiwi Indonesia. Kalau NII sudah tidak ada, kenapa saya dikait- kaitkan dengan NII. Saya terkait dengan apa kalau begitu," ujar Panji.
"Tidak dulu dan tidak sekarang, NII itu sudah usai. Saya ini pendidik dan ingin mengindonesiakan anak-anak ini. Tidak ada niatan cuci otak. Kalau ada tuduhan semacam itu, saya pikir itu omong kosong dan berlebihan. Saya sehari-harinya di sini, bagaimana bisa cuci otak. Saya tidak paham," papar Panji.
Panji juga mengatakan, sistem pendidikan di pondok pesantren itu tetap berpedoman kepada pemerintah.
Baca juga: Wali Santri Ponpes Al Zaytun Laporkan Balik Pendiri NII Crisis Center ke Polri
"Sistem pendidikan kami murni mengikuti kurikulum yang ditetapkan Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Agama," ucap Panji.
Panji mengatakan, kurikulum di Al Zaytun dikombinasikan dengan muatan lokal yakni pendidikan hak asasi manusia (HAM) dan jurnalistik. Materi itu mulai diberikan kepada siswa saat menginjak kelas VII (kelas I SMP).
"Apa yang kami didikkan di sini sesungguhnya adalah aplikasi bagaimana hidup berketuhanan, memiliki jiwa kemanusiaan yang berkeadilan dan beradab," ujar Panji.
Selain itu, Panji menyatakan para santri AL Zaytun diajarkan bermusyawarah. Misalnya, dengan praktik demokrasi di lingkungan pesantren seperti pemilihan pimpinan pelajar.
"Siswa memilih sendiri pimpinannya dengan sistem pemilihan. Mereka yang berhak memilih bukan berdasarkan umur, tetapi kelas, yakni sejak kelas VII. Pemilihan diawali dengan seleksi calon menjadi 10 besar. Setelah itu dipilih siapa peringkat pertama dan kedua tertinggi yang ditetapkan sebagai pimpinan organisasi pelajar," papar Panji.
Baca juga: Panji Gumilang Dilaporkan Pendiri NII Crisis Center ke Bareskrim Polri
Panji mengatakan, para santri menyebut pimpinan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden santri.