JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agama (Kemenag) buka suara terkait maraknya polemik pendirian rumah ibadah di wilayah-wilayah tertentu di Indonesia.
Pasalnya, polemik tersebut kerap menimbulkan konflik karena banyak warga menjadi intoleran.
Direktur Jenderal (Dirjen) Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, pendirian rumah ibadah sudah diatur melalui Peraturan Bersama Menteri (PBM) Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006, dan Nomor 8 Tahun 2006 terkait Pendirian Rumah Ibadat.
Ia mengatakan, mengacu pada peraturan tersebut, ada beberapa hal yang harus dipenuhi stakeholder terkait. Jika tidak mencapai titik temu, pemerintah daerah (pemda) wajib memfasilitasi pendiriannya.
Baca juga: FKUB Dinilai Kontraproduktif, PSI Ajukan Uji Materi Peraturan Mendirikan Rumah Ibadah
"Bisa jadi dong warganya enggak toleran misalnya, warganya tidak ingin dia (rumah ibadah) ada di situ, bisa saja enggak setuju. Pemda wajib memfasilitasi mereka yang ingin beribadah," kata Kamaruddin saat ditemui di Menara Kompas, Jakarta, Kamis (6/4/2023).
Adapun pasal 14 Peraturan Bersama Menteri (PBM) mengatur, dalam hal persyaratan pembangunan rumah ibadah belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadat.
Beleid itu juga mengatur, perlu ada pengguna yang akan menggunakan rumah ibadah sebagai salah satu syarat untuk mendirikan rumah ibadah. Lalu, harus ada persetujuan warga sekitar.
Jika pengguna rumah ibadah tersebut sudah ada, tetapi tidak mendapat persetujuan warga maka pemerintah daerah yang mencari jalan keluar dan memfasilitasi pembangunan.
Baca juga: Pemerintah Pertahankan SKB 2 Menteri Usai Jokowi Soroti Larangan Pembangunan Rumah Ibadah
Dalam hal ini, pemda memiliki peran besar untuk upaya menjaga kerukunan dan perizinan rumah ibadah.
"Jadi setiap warga negara harus menjamin hak-haknya untuk melaksanakan agamanya dan ajarannya. Itu harus difasilitasi oleh pemda," ujar Kamaruddin.
Lebih lanjut, ia menegaskan, tidak boleh ada satu pun warga di negara ini yang tidak bisa menjalankan agama yang dianutnya karena dihalangi oleh siapa pun.
Namun, pendirian rumah ibadah juga harus memenuhi syarat administrasi, termasuk mendapat Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
"Jadi tidak boleh ada seorang warga negara di negeri ini, tidak bisa menjalankan agamanya karena dihalangi oleh siapapun. Tidak ada yang bisa menghalangi itu, negara harus hadir memfasilitasi, memberikan fasilitas," katanya.
Baca juga: Jokowi: Hati-hati, Konstitusi Kita Menjamin Pembangunan Rumah Ibadah
Sebelumnya diberitakan, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan, polemik pembangunan rumah ibadah seharusnya bisa diselesaikan dengan musyawarah.
Terlebih, sudah ada regulasi yang mengatur pendirian rumah ibadah, yang seharusnya menjadi pedoman bersama bagi umat beragama.
Pernyataan Menag itu menanggapi adanya aksi pembubaran ibadah di rumah ibadah kembali terjadi, yakni di sebuah gereja di Bandar Lampung pada Minggu (19/2/2023).
“Semua pihak bertanggung jawab pada terciptanya kerukunan. Jika ada permasalahan, semestinya diselesaikan secara musyawarah dengan melibatkan para pihak yang bertanggung jawab memelihara kerukunan. Tidak perlu ada aksi pembubaran atau pelarangan,” kata Yaqut dalam siaran pers, Rabu (22/2/2023).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.