JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi Masyarakat Sipil berharap Mabes Polri tidak melimpahkan kasus brimob yang membuat gaduh saat sidang kasus tragedi Kanjuruhan di PN Surabaya, tidak dilimpahkan ke Polda Jawa Timur.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil dari YLBHI, Edy Kurniawan Wahid mengatakan, tim pemeriksa Propam Polri akan melakukan gelar perkara atas laporan yang telah dibuat untuk menentukan apakah ditangani mabes atau dilimpahkan.
"Nah kami mengimbau atau meminta karena terlapor ini Kapolda, sehingga kalau kasus ini dialihkan ke Polda Jatim ini akan konflik kepentingan sehingga kami meminta agar mabes tetap menangani kasus ini tidak melimpahkan ke Polda Jatim," kata Edy saat ditemui di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta, Senin (27/3/2023).
Baca juga: Komnas HAM Buka Peluang Usut Ulang Tragedi Kanjuruhan, Cari Unsur Pelanggaran HAM Berat
Diketahui, perwakilan Koalisi Maayarakat Sipil melaporkan sejumlah polisi termasuk, Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Hermanto ke Propam Mabes Polri, Jakarta, Senin (27/2/2023) lalu.
Laporan itu dibuat terkait adanya dugaan pelanggaran etik atas tindakan sejumlah anggota Brimob Polda Jatim yang membuat kegaduhan saat sidang kericuhan perkara Kanjuruhan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Selain itu, Edy mengatakan, dirinya juga telah dimintai keterangan soal laporan yang dibuatnya. Ia menjelaskan pemeriksaan dilakukan selama 3 jam terkait siapa identitas pelapor serta pihak yang dilaporkan.
"Intinya ada kurang lebih ada 12 NGO yang bertindak sebagai pelapor," ungkapnya.
Baca juga: Anggota TGIPF: Sudah Waktunya Jokowi Tuntaskan Penanganan Tragedi Kanjuruhan
Kemudian, ia juga menegaskan bahwa pihaknya melaporkan setidaknya tiga polisi dalam kejadian kegaduhan Brimob saat persidangan kasus Kanjuruhan.
Pertama, Kapolda Jawa Timur (Jatim) Irjen Pol Toni Hermanto. Ia dilaporkan karena dinilai bertanggung jawab terhadap jajaran Brimob di Jawa Timur.
Kedua, Komandan Satuan (Dansat) Brimob Jawa Timur karena dinilai bertanggung jawab untuk mengamankan pasukan. Dansat Brimob itu juga dinilai melakukan pembiaran atau tidak menegur pasukan sehingga mengganggu jalannya persidangan.
"(Selanjutnya yang dilaporkan) personel Brimob yang melakukan intimidasi di PN Surabaya, bentuk tindakannya itu adalah melakukan teriak-teriakan yag mengganggu proses persidangan. Nah sampai security pengadilan menegur mereka karena mereka dianggap mengganggu proses persidangan," ujarnya.
Baca juga: Menakar Vonis Hakim dalam Tragedi Kanjuruhan
Adapun laporan Koalisi Masyarakat Sipil itu aebelumnya terdaftar dengan nomor SPSP2/1212/II/2023/Bagyanduan tanggal Senin (27/2/2023).
Diberitakan sebelumnya, perwakilan YLBHI, Arif Maulana menjelaskan pihaknya melaporkan orang yang dinilai bertanggungjawab atas sikap dan perilaku sejumlah anggota Brimob Polda Jatim yang meneriakan yel-yel mereka dalam sidang itu dinilai mengintimidasai dan penginaan terhadap pengadilan.
“Seperti yang kita tahu ada teriakan yel-yel dan intimidasi yang dilakukan oleh pasukan Brimob pada saat itu di proses persidangan, dan kami pikir ini bisa masuk dugaan kategori contempt of court atau penghinaan terhadap peradilan, yang mestinya imparsial,” ujar Arif di Mabes Polri, Jakarta.
Diketahui, aksi kelompok polisi yang membuat gaduh dengan meneriakkan yel-yel "Brigade" di Pengadilan Negeri Surabaya saat sidang lanjutan perkara kerusuhan Kanjuruhan Selasa (14/2/2023) dianggap menghina institusi pengadilan.
Baca juga: Vonis Tragedi Kanjuruhan yang Lukai Rasa Keadilan: Kejagung Ajukan Kasasi dan KY Dalami Putusan