JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dianggap bakal menyisakan warisan buruk seandainya tidak bertindak lebih jauh untuk menghadirkan keadilan bagi keluarga 135 korban tewas dan ratusan orang yang luka dari Tragedi Kanjuruhan.
Sebab, 5 terdakwa kasus ini diputus jauh dari hukuman maksimal. Bahkan, beberapa di antaranya bebas.
"Sudah waktunya presiden ambil bagian untuk kemudian menuntaskan apa yang ia sebut 'nanti akan dijawab lain waktu'," ujar pengamat sepakbola sekaligus anggota Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan, Akmal Marhali, dalam diskusi bertajuk "Mengadili Angin Kanjuruhan", Minggu (26/3/2023).
Ucapan Akmal merujuk pada pernyataan Jokowi pada konferensi pers 9 Februari 2023 lalu. Ketika itu, Kepala Negara ditanya wartawan soal perkembangan pengusutan Tragedi Kanjuruhan.
Baca juga: Menakar Vonis Hakim dalam Tragedi Kanjuruhan
Namun, Jokowi justru menjawab "saya jawab di lain waktu". Ia juga menyungging senyum bersama beberapa pejabat yang turut hadir dalam jumpa pers, termasuk di antaranya Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin, sebelum beringsut meninggalkan sesi jumpa pers.
Akmal menilai, kejadian mengecewakan itu saja sudah mencerminkan sikap negara yang tidak berempati terhadap para korban. Kini, sudah waktunya Jokowi menepati ucapannya.
"Ini akan menjadi legacy buruk buat Presiden Jokowi. Akhir jabatannya nanti akan dikenang sebagai presiden yang tidak mampu menuntaskan Tragedi Kanjuruhan," kata Akmal dalam diskusi yang diselenggarakan Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.
"Pak Jokowi kalau tidak memberi instruksi untuk menegakkan keadilan seadil-adilnya terkait Kanjuruhan, yang muncul adalah Pak Jokowi akan selalu dikaitkan dengan 135 orang (korban Tragedi Kanjuruhan) yang meninggal dunia," ujarnya lagi.
Baca juga: Kejaksaan Ajukan Kasasi Atas Vonis Bebas 2 Polisi di Kasus Kanjuruhan
Akmal kemudian mendesak agar pemerintah segera mengambil alih kasus ini dan memastikan semua rekomendasi TGIPF yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD dijalankan sepenuhnya.
Ia mengambil contoh, hingga sekarang, PSSI hanya menjalankan 1 rekomendasi TGIPF yaitu menggelar Kongres Luar Biasa (KLB).
Padahal, PSSI merupakan organisasi yang diberi paling banyak rekomendasi TGIPF, yaitu 12 butir, setelah Polri dengan 11 butir rekomendasi.
Ditambah lagi, hasil temuan TGIPF selaras dengan temuan lembaga-lembaga lain seperti investigasi Komnas HAM serta badan-badan independen seperti Kontras, yaitu tembakan gas air mata merupakan penyebab utama Tragedi Kanjuruhan.
Oleh karenanya, pertimbangan majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang justru menyalahkan angin dalam terjadinya tragedi ini dianggap sangat menyesatkan.
"Di halaman 96 poin aa (laporan TGIPF), pukul 22.09 melalui pengamatan CCTV di scoreboard, tembakan gas air pertama dilakukan petugas keamanan satuan Brimob dari Porong yang berada di sektor ring 1, depan tribun nomor 13 berkali-kali," ujar Akmal.
Baca juga: 2 Polisi di Kasus Kanjuruhan Divonis Bebas, Ini Kata Polri
"Aparat kemamanan tidak dalam keadaan terancam, namun masih menembakkan gas air matanya tidak ke arah lapangan tapi tribun suporter," katanya lagi.
Sebagai informasi, Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris dan Mantan Komandan Kompi Brimob Polda Jatim, AKP Hasdarman divonis 1 tahun 6 bulan penjara saja.
Kemudian, Security Officer Suko Sutrisno divonis 1 tahun penjara saja.
Sisanya, AKP Bambang Sidik Achmadi selaku mantan Kepala Satuan Samapta Polres Malang dan Kompol Wahyu Setyo selaku mantan Kabag Ops Polres Malang divonis bebas.
Vonis bebas ini dianggap menyesatkan karena dalam sidang pembacaan putusan, hakim mengatakan bahwa terdakwa tidak memenuhi unsur kealpaan sebagaimana dakwaan jaksa penuntut umum.
Hakim dalam pertimbangannya menerangkan bahwa tembakan gas air mata hanya mengarah ke tengah lapangan, tetapi asap atas tembakan mengarah ke pinggir lapangan sebelum sampai ke tribun dan akhirnya tertiup angin menuju atas.
Pertimbangan ini mengesampingkan fakta lapangan yang orisinil dan dapat dipertanggungjawabkan dari hasil investigasi berbagai lembaga.
Baca juga: Gelombang Kekecewaan atas Vonis Bebas dan Ringan Para Terdakwa Tragedi Kanjuruhan
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.